Translate

Jumat, 26 Februari 2010

Asyiknya Meresensi Buku

Beberapa karya resensi saya yang dimuat media cetak

Saya pernah mendapat tugas mengajar mata kuliah Menulis Fiksi. Tugas akhir dari matakuliah ini adalah menulis fiksi, boleh cerpen atau novelet. Langkah pertama sebagai warming up, saya menugaskan mahasiswa untuk meresensi novel. Ketika tugas ini saya sosialisasikan, banyak mahasiswa yang keberatan. Mereka merasa bahwa meresensi buku (apalagi yang berjenis novel) merupakan pekerjaan yang tidak mudah. Saya maklum, mungkin karena mereka belum terbiasa membaca buku dan menulis.

Apa hubungan kebiasaan membaca, meresensi buku, dan menulis fiksi? Lalu, benarkah meresensi buku itu sulit? Apa saja manfaat meresensi buku?

Sabtu, 06 Februari 2010

[Resensi] Menulis dengan Jiwa Merdeka

Judul buku      : Senyum untuk Calon Penulis
Penulis            : Eka Budianta
Penerbit          : Pustaka Alvabet Jakarta
Tebal               : xix + 247 halaman
Cet.I                 : September 2005
Resensator      : R.F.Dhonna


Menulis adalah aktivitas pikiran (baca: otak) yang sangat menyenangkan. Setidaknya seperti itulah yang digambarkan Hernowo lewat buku-buku yang ditulis dan disuntingnya. Quantum Writing dan Mengikat Makna misalnya, sama-sama mengulas betapa pentingnya memberdayakan potensi menulis yang dimiliki seseorang. Bukan hanya potensi menulis hal-hal spektakuler, tetapi juga yang remeh-temeh. Penelitian Dr.James W.Pennebaker, dosen di sebuah universitas terkemuka di Amerika, menyebutkan bahwa menulis dapat meningkatkan fungsi kekebalan tubuh. Manfaat lainnya, menurut Pennebaker, menulis dapat menjernihkan pikiran, mengatasi trauma, membantu seseorang mendapatkan dan mengingat informasi baru, serta membantu seseorang memecahkan masalah. Begitu dahsyatnya manfaat menulis.

Jumat, 05 Februari 2010

Menyimpan Buku Harian di dalam Panci

Oleh: RF.Dhonna
Rini Widyawati. Mungkin masih banyak yang belum mengenalnya. Maklum, perempuan kelahiran Malang 31 Desember  1979 ini baru saja menorehkan nama di dunia perbukuan Indonesia melalui karya perdananya, Catatan Harian Seorang Pramuwisma. Buku ini adalah buku pertama yang bercerita tentang Buruh Migran Indonesia (BMI) di luar negeri dan ditulis sendiri oleh komunitas BMI. Seperti apa sosok Rini dan bagaimana perjalanan hidupnya hingga berhasil menerbitkan buku? Berikut penuturannya kepada Komunikasi.
 
Melihat penampilannya yang sederhana, orang tak akan menyangka bahwa Rini yang hanya lulusan SD ini mempunyai kepedulian tinggi terhadap nasib para pahlawan devisa di luar negeri.
Berawal dari keinginannya untuk memperbaiki perekonomian keluarga, tahun 2002 lalu Rini berangkat ke Hongkong sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW). Dengan kontrak selama dua tahun, Rini mencoba peruntungannya sebagai domestic helper (pembantu rumah tangga). Perempuan yang sejak usia 13 tahun bekerja pada keluarga sastrawan ternama, Ratna Indraswari Ibrahim, ini pun bertekad untuk bisa menemukan sesuatu yang lebih di negara bagian Tiongkok itu.

Senin, 01 Februari 2010

Togar

                                           
Suasana masih lengang ketika Danesh menyusuri lahan parkir di kawasan komplek pertokoaan Betiri. Lalu lalang kendaraan belum terlalu padat. Beberapa pedagang kaki lima tampak mulai berbenah. Masih terlalu pagi memang.
Danesh duduk menunggu di sebuah sudut, tepat di sebelah Betiri Mall yang berdiri megah di kawasan komplek itu.
Matahari hampir di atas kepala. Berkali-kali Danesh melongokkan kepala. Seseorang yang berjanji akan menemuinya di tempat itu belum juga muncul.
Danesh sudah hampir meninggalkan tempat itu ketika tiba-tiba terdengar suara khas yang memanggil namanya. Itu dia yang ditunggunya. Seorang pemuda berambut gondrong, berusia sekitar tujuh belas tahunan. Penampilannya dekil dengan pakaian compang-camping. Itulah Togar, seorang preman jalanan yang dikenalnya beberapa bulan lampau.
Sambil mengeluarkan sebungkus nasi dan sebuah radio dari tas ranselnya, Danesh menghampiri Togar. Diulurkannya benda itu, tapi…