Translate

Senin, 09 Juni 2008

Kiat Harry Roesli Mengasuh Anjal

 
Beberapa waktu  lalu, kampus kita tercinta kedatangan tamu istimewa, yaitu Harry Roesli. Beliau diundang untuk menjadi pembicara dalam seminar dan talk show yang termasuk rangkaian LUSTRUM X UM. Dalam kesempatan tersebut, beliau membeberkan rahasia suksesnya bergaul dengan anak jalanan (anjal). Berikut petikan kisah yang berhasil direkam oleh wartawan Komunikasi, RF. Dhonna.

Siapa yang tak kenal Harry Roesli. Sosok dan kiprahnya sebagai seniman sekaligus budayawan sudah tidak diragukan lagi. Selain itu, pria gaek yang kerap tampil nyentrik dengan busana serba hitam ini juga dikenal sebagai kolumnis senior di sebuah surat kabar terkemuka di Indonesia. Kini sejak muncul sebagai komentator tetap di acara Akademi Fantasi Indosiar (AFI) dengan ciri khasnya yang suka melontarkan akronim-akronim ‘jahil’, wajah pria kelahiran 10 September 1951 ini semakin familiar di mata masyarakat.  Tapi tak banyak yang tahu jika sosok sederhana ini ternyata juga seorang pengayom anjal. Tak tanggung-tanggung, jumlahnya mencapai 3624 anak! Hebatnya, sampai saat ini ia mengaku tak pernah mengalami kesulitan berarti dalam mencari dana untuk kelangsungan hidup para anjal itu. “Alhamdulillah, meskipun tidak terorganisir dengan baik, dana untuk mereka selalu ada,” ucapnya penuh syukur.

Ketika ditanya apakah ada lembaga resmi yang menyalurkan dana tetap untuk anak-anak itu, pria berambut gondrong ini menjawab, “Mereka adalah anak-anak yang mandiri, bergerak secara otonom, tanpa funding dari manapun. Saya hanya sebagai motivator dan penyedia fasilitas saja. Selanjutnya adalah hasil dari kreativitas mereka sendiri.”
Pendekatan yang dilakukan oleh seniman asal kota kembang ini cukup unik, yaitu melalui media musik. Melihat kegemaran anjal yang cenderung menyukai musik, pria 53 tahun ini berpikir keras, bagaimana membuat mereka membutuhkannya. Dengan segala upaya, akhirnya banyak anjal yang berbondong-bondong berguru kepadanya.
“Untuk merangsang kreativitas mereka, biasanya setiap sebulan sekali saya adakan lomba cipta lagu bertema. Misalnya yang dilombakan bulan ini tema religius, bulan depannya lagi tema perjuangan. Yang terbaik, saya kasih hadiah lima puluh ribu. Sehingga mereka terus berproses. Kalau selama itu mereka menunjukkan kemajuan yang positip, baru saya ajak tour keliling Indonesia atau ke luar negeri sebagai reward plus-nya. Seperti sekarang, anak-anak ada yang sedang jalan-jalan ke Bali. Dan biasanya, kalau habis darimana gitu, cerita mereka pasti panjang. Soalnya seneng kan? Kalau mereka sudah seneng, dengan sendirinya mereka akan butuh sama kita. Triknya cuma satu: bikin butuh!” urainya panjang lebar.
Kehidupan anjal adalah kehidupan yang penuh kekerasan. Keberadaan mereka seringkali dihubung-hubungkan dengan dunia kejahatan seperti peredaran narkoba, pencurian, perampokan, pemerkosaan, dsb. Kenyataannya, memang tidak sedikit anjal yang terlibat tindak kriminal. Mengenai hal ini, lelaki yang akrab disapa Aki oleh anak asuhnya itu bertutur, “Sejak awal saya tekankan pada mereka, kalau pengen belajar musik sama aki, jauhi miras, obat-obat terlarang, dan lainnya. Jangan hidup di dunia abu-abu, tapi pilih salah satu, hitam atau putih. Kalau kamu pilih hitam, nggak
usah belajar sama aki!” tuturnya tegas.
“Memang, di belakang saya satu dua orang kadang masih bandel. Tapi kalau saya tahu, pasti saya kasih punishment (hukuman-red). Prinsip saya, kalau bagus kasih reward, tapi kalau nggak bagus kasih punishment.”
Mengasuh ribuan anjal, bukan perkara yang mudah. Tapi di balik itu, berbagi cinta dengan mereka bisa mendatangkan banyak hikmah. Kepekaan seseorang terhadap persoalan kemanusiaan akan semakin terasah, sehingga kepuasan dan kebahagiaan akan senantiasa memenuhi hatinya. Seperti kata pepatah, semakin banyak memberi, semakin banyak pula kita menerima. Begitulah Harry Roesli.
Tulisan ini dimuat di Komunikasi edisi 235/th.27/November 2004, sebulan sebelum Harry Roesli meninggal dunia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah meninggalkan komentar 😊