Translate

Rabu, 29 Juli 2009

Duh, Air Mata Ini

Saya akui, saya mudah sekali menangis (mungkin tepatnya terharu dan tersentuh ;). Entahlah, kadang ‘kebiasaan buruk’ ini terasa sangat menyebalkan. Disaat saya ingin terlihat kuat, eh, tiba-tiba air mata ini meluruh. Malu juga sebenarnya, kenapa saya ‘cengeng’ begini.

Kamis, 23 Juli 2009

Berawal dari Si Parasit Lajang, Berakhir di UNAS 2007

         

Salah seorang teman, saya biasa memanggilnya Mbak Ika, pada suatu hari asyik membicarakan isi sebuah buku yang berjudul "Si Parasit Lajang" karya Ayu Utami, dengan teman sekosnya. Waktu itu saya tak tertarik sama sekali meski Mbak Ika berkali-kali mengompori, membujuk, merekomendasikan buku itu untuk saya baca. Lain waktu, seperti kebiasaan saya tiap libur semester, saya selalu berusaha meminjam banyak buku ke kenalan-kenalan saya untuk saya bawa pulang kampung, dibaca di rumah selama liburan. Saya langsung menodong Mbak Ika agar mau meminjamkan koleksinya. akhirnya saya berhasil memborong beberapa bukunya, diantaranya AADC Sebuah Skenario, Mereka Bilang Saya Monyet, Sungai Air Mata, dan Si Parasit Lajang (SPL).  
Pelan-pelan saya baca SPL sampai tamat. Saya resapi. Benar saja, setelah membaca buku kumpulan esai Ayu Utami itu, saya terkesan. Saya dapat sebuah pencerahan baru. Saya disadarkan oleh pemikiran-pemikiran Ayu Utami yang cerdas dan penuh perenungan itu.  
Tiba-tiba pikiran dan tangan saya tergerak untuk menulis. Saya ungkapkan rasa kecewa saya kepada pihak-pihak yang selama ini begitu merendahkan perempuan, menindas hak-haknya, memandang kiprahnya dengan sebelah mata, menyia-nyiakannya dan menomorduakannya dalam segala hal. Entah siapa saja mereka.             
Saya menulis dengan berapi-api. Saya begitu terprovokasi membela kaum saya karena Ayu Utami. Daya bius SPL begitu kuat plus dahsyat, hingga saya sejenak jadi benci sama yang namanya laki-laki! Termasuk calon suami saya sendiri, he..he.. Waktu itu saya mampu menyelesaikan beberapa karangan, diantaranya cerpen It's Me Uki (IMU). Saya puas bisa menuangkan uneg-uneg saya sampai tuntas. Dada saya mendadak plong.

Selasa, 14 Juli 2009

Sekedar Berbagi: Buku (Menulis) yang Berhasil Melejitkan Potensi Kepenulisan Saya

Mengingat buku tentang menulis yang pertama kali saya baca dan sangat berpengaruh dalam melejitkan potensi menulis yang saya miliki, berarti harus menggali memori delapan tahun lalu.
Ketika itu saya masih duduk di bangku kelas 2 SMU, sedang getol-getolnya melahap berbagai jenis buku. Selain karena tuntutan persaingan akademis (SMU yang saya masuki adalah sekolah favorit di kabupaten Lumajang), kebetulan saya juga keranjingan membaca. Setiap hari begitu bel istirahat berbunyi, selain ke kantin untuk mengisi perut, agenda rutin saya adalah menyambangi perpus sekolah.
Secara tak sengaja, suatu hari waktu bertandang ke perpus sekolah, saya menemukan sebuah buku berjudul Mengarang Itu Gampang karya Arswendo Atmowiloto. Buku yang sangat legendaris di masa sekarang, karena waktu itu buku-buku tentang menulis belum sebanyak sekarang jumlahnya.
Saya amati buku tentang kiat menulis fiksi itu sudah cetak ulang berkali-kali, dan kalau tidak salah buku itu pertama kali terbit tahun 80-an. Hmmm, pasti bukan buku biasa nih, pikir saya. Karena penasaran, buku itu langsung saya baca. Padahal jam belajar sedang berlangsung. Tentu saja bacanya sambil ngumpet-ngumpet biar nggak ketahuan guru ;). Ajaib! Dari halaman pertama, buku itu menarik saya untuk terus dan terus membaca sampai tuntas detik itu juga. Penjelasan yang gamblang dengan bahasa yang mengalir, mampu menghipnotis mata saya untuk tak melirik buku pelajaran sama sekali.
Di atas angkot menuju rumah pun, aktivitas saya belum berhenti. Mata saya masih menatap lekat pada buku penulis besar itu. Perlahan di kepala saya muncul banyak ide yang memaksa tangan saya untuk segera mengambil pena. Ingin rasanya cepat-cepat sampai rumah. Maklum, perjalanan dari sekolah ke rumah memakan waktu sekitar setengah jam. Kalau maksa nulis di angkot, mana bisa?
Rasanya ide-ide itu saling berebut ingin keluar, meletup-letup seperti lava pijar gunung berapi yang siap dimuntahkan.

Senin, 06 Juli 2009

Tiga Kali Delapan Juli




Jelang 8 Juli 2006
Sepertinya baru tempo hari aku di pangkuan ibu, baru kemarin sore aku digendong Ayah, baru tadi pagi ibu menyuapiku sarapan sambil menyiapkan seragam sekolahku. Rasanya juga, baru beberapa jam lalu aku menggelayut manja pada mereka, merengek meminta menemani petualanganku ke alam mimpi. Senin. Selasa. Januari. Februari. 1985. 1995. 2001. 2006….  Kulangkahkan kakiku di jalan yang telah digariskanNya. Bermetamorfosa. Dari bayi yang hanya bisa menangis, anak-anak yang sering merepotkan dan berbuat ulah, remaja yang tak jarang menjengkelkan hati orangtuanya. Hingga, saat ini kujelang detik-detik perubahan, menuju sebuah titik pada fase hidup selanjutnya. Mungkin, menjadi wanita dewasa. Yang mengemban lebih banyak lagi tanggung jawab.

Rabu, 01 Juli 2009

Adab berdoa (agar doa kita didengar oleh Allah)*


1.    menghadap kiblat sambil mengangkat kedua tangan
2.    bersolawat kepada Rasulullah
3.    berdoa dengan khusyu’ , merendahkan diri dan suara
4.    jangan berburuk sangka kepada Allah
5.    jangan berdoa untuk keburukan
6.    memperhatikan saat-saat yang tepat untuk berdoa (waktu-waktu mustajab):
    a. di akhir malam (1/3 malam)
    b. setiap selesai solat wajib
    c. ketika berbuka puasa (bagi orang yang berpuasa)
    d. saat perang berkecamuk
    e. antara adzan dan iqamah
    f. sujud dalam solat (sujud terakhir)
    g. ketika turun hujan
7.    menyapu wajah dengan kedua telapak tangan sambil memuji Allah.

* disampaikan oleh seorang ustadzah (gak tau namanya siapa—lupa). Maaf gak sempat mencatat sumbernya ^_^ . Semoga bermanfaat ^_^