Translate

Minggu, 07 November 2010

Raya, Si Tukang Protes


“Bunda, berdoa dulu,” protes Raya suatu hari, melihat saya langsung memejamkan mata ketika menemaninya tidur. Saya yang tak siap akan diprotes, takjub sekaligus bersyukur. Raya, si kecil saya yang baru 3 tahun itu, mengingatkan saya untuk berdoa! Lain waktu, ketika hendak makan, Raya bertanya pada saya, “Bunda sudah berdoa?”. Dia bertanya demikian karena tak mendengar doa yang saya ucapkan dalam hati. Sejak saat itu, saya jadi terbiasa berdoa dengan suara nyaring, biar nggak diprotes si kecil lagi ^_^.

Senin, 27 September 2010

Terlambat ke Sekolah

Awalnya saya menggunakan trik ini agar Raya nggak susah diajak mandi. Jadi ketika dia terlihat ogah mandi, saya rayu dia pakai mandi pek-pek (kata pek-pek berasal dari suara kecipak air jika pukul-pukul pakai tangan. Mandi pek-pek adalah istilah saya untuk menyebut aktivitas bermain air di bak mandi ditemani aneka mainan). Waktu mandi pek-pek, Raya bisa berendam sejam lebih di bak mandi. Pada mulanya saya senang, karena trik ini berhasil membuat si kecil menyukai aktivitas mandi dan saya bisa mengerjakan pekerjaan rumah dengan tenang. Tetapi ketika saat ini dia sudah mulai masuk play group, saya jadi kelimpungan. Pasalnya, kadang dia minta mandi pek-pek dulu. Akibatnya, Raya jadi sering terlambat tiba di sekolah.

* Tulisan pendek ini dimuat di tabloid Nakita no.600/th.XII/27 September—3 Oktober 2010 dengan  beberapa revisi, judul asli: Keasyikan Mandi Pek-pek





Jumat, 06 Agustus 2010

Perempuan itu Menginspirasi Saya

 saya dan mbak Ratna Indraswari Ibrahim


Ia sosok yang biasa saja, sederhana, tapi prestasinya menurut saya sangat luar biasa. Ia sadar betul, sebagai manusia, bagaimanapun keadaannya, harus tetap bisa mensyukuri apapun pemberianNya. Karena itu, meski mempunyai kekurangan fisik (semasa kecil, karena sakit tiba-tiba kedua kaki dan tangannya menjadi tak berfungsi sebagaimana mestinya), ia tetap menjalani hidup seperti manusia normal lainnya, berusaha untuk berprestasi dengan segala potensi yang dimiliki, berguna untuk orang lain.

Jumat, 16 Juli 2010

Semalam di Pasir Putih

Catatan Rangkaian liburan di Lumajang, Juni—Juli 2010

13—14 Juli 2010

Akhirnya sampai juga di pantai Pasir Putih, setelah sekian lama memimpikan bisa mengunjungi pantai ini bersama suami tecinta. Ya, rencana berlibur ke pantai yang terletak di Situbondo-Jawa Timur ini sudah terpikirkan sejak awal pernikahan, empat tahun lalu. Eh, ternyata baru bisa terealisasi setelah ada anak ;). Jadilah kami pergi bertiga. Momennya pas diantara ultah pernikahan kami yang ke-4 (8 Juli) dan ultah si kecil kami, Raya, yang ke-3 (17 Juli).

Selasa, 06 Juli 2010

Terima Kasih Telah Melengkapiku...


                     
Air Terjun Tanah Merah. Samarinda, Februari 2010


: surat terbuka untuk suamiku

Cinta,
Pertama kali mengenalmu beberapa tahun silam, aku tak pernah menyangka bahwa kau adalah seseorang  yang dikirimkanNya untukku. Pun ketika tiba-tiba kau mengkhitbahku—disaat skripsi tengah membebani hari-hariku kala itu—aku tak yakin bisa seiring sejalan denganmu nantinya. Kenapa? Karena menurutku banyak sekali perbedaan diantara kita yang sangat bertolak belakang, bagai langit dan bumi, dan mungkin akan sulit untuk disatukan.

Selasa, 13 April 2010

Menuai Kebahagiaan dari Doa-doa Anak*



  “Ya Tuhan, kasihilah kedua orangtuaku, seperti mereka mengasihiku waktu kecil.”
* * *
Akhir-akhir ini, doa untuk kedua orangtua di atas begitu mengusik pikiran saya. Selama ini saya tak pernah menyangka, betapa dalam arti doa tersebut. 

Tempo hari, saya membaca artikel tentang tarbiyah Islami di sebuah majalah muslimah. Di artikel itu sempat disinggung sekilas tentang kandungan doa untuk kedua orangtua yang selama ini (kebetulan) sering saya panjatkan juga untuk ayah dan ibu saya. Ingatan saya pun terlempar ke masa kecil. Saya gali memori, bagaimana dulu kedua orangtua merawat dan mengasihi saya.  

Jumat, 26 Februari 2010

Asyiknya Meresensi Buku

Beberapa karya resensi saya yang dimuat media cetak

Saya pernah mendapat tugas mengajar mata kuliah Menulis Fiksi. Tugas akhir dari matakuliah ini adalah menulis fiksi, boleh cerpen atau novelet. Langkah pertama sebagai warming up, saya menugaskan mahasiswa untuk meresensi novel. Ketika tugas ini saya sosialisasikan, banyak mahasiswa yang keberatan. Mereka merasa bahwa meresensi buku (apalagi yang berjenis novel) merupakan pekerjaan yang tidak mudah. Saya maklum, mungkin karena mereka belum terbiasa membaca buku dan menulis.

Apa hubungan kebiasaan membaca, meresensi buku, dan menulis fiksi? Lalu, benarkah meresensi buku itu sulit? Apa saja manfaat meresensi buku?

Sabtu, 06 Februari 2010

[Resensi] Menulis dengan Jiwa Merdeka

Judul buku      : Senyum untuk Calon Penulis
Penulis            : Eka Budianta
Penerbit          : Pustaka Alvabet Jakarta
Tebal               : xix + 247 halaman
Cet.I                 : September 2005
Resensator      : R.F.Dhonna


Menulis adalah aktivitas pikiran (baca: otak) yang sangat menyenangkan. Setidaknya seperti itulah yang digambarkan Hernowo lewat buku-buku yang ditulis dan disuntingnya. Quantum Writing dan Mengikat Makna misalnya, sama-sama mengulas betapa pentingnya memberdayakan potensi menulis yang dimiliki seseorang. Bukan hanya potensi menulis hal-hal spektakuler, tetapi juga yang remeh-temeh. Penelitian Dr.James W.Pennebaker, dosen di sebuah universitas terkemuka di Amerika, menyebutkan bahwa menulis dapat meningkatkan fungsi kekebalan tubuh. Manfaat lainnya, menurut Pennebaker, menulis dapat menjernihkan pikiran, mengatasi trauma, membantu seseorang mendapatkan dan mengingat informasi baru, serta membantu seseorang memecahkan masalah. Begitu dahsyatnya manfaat menulis.

Jumat, 05 Februari 2010

Menyimpan Buku Harian di dalam Panci

Oleh: RF.Dhonna
Rini Widyawati. Mungkin masih banyak yang belum mengenalnya. Maklum, perempuan kelahiran Malang 31 Desember  1979 ini baru saja menorehkan nama di dunia perbukuan Indonesia melalui karya perdananya, Catatan Harian Seorang Pramuwisma. Buku ini adalah buku pertama yang bercerita tentang Buruh Migran Indonesia (BMI) di luar negeri dan ditulis sendiri oleh komunitas BMI. Seperti apa sosok Rini dan bagaimana perjalanan hidupnya hingga berhasil menerbitkan buku? Berikut penuturannya kepada Komunikasi.
 
Melihat penampilannya yang sederhana, orang tak akan menyangka bahwa Rini yang hanya lulusan SD ini mempunyai kepedulian tinggi terhadap nasib para pahlawan devisa di luar negeri.
Berawal dari keinginannya untuk memperbaiki perekonomian keluarga, tahun 2002 lalu Rini berangkat ke Hongkong sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW). Dengan kontrak selama dua tahun, Rini mencoba peruntungannya sebagai domestic helper (pembantu rumah tangga). Perempuan yang sejak usia 13 tahun bekerja pada keluarga sastrawan ternama, Ratna Indraswari Ibrahim, ini pun bertekad untuk bisa menemukan sesuatu yang lebih di negara bagian Tiongkok itu.

Senin, 01 Februari 2010

Togar

                                           
Suasana masih lengang ketika Danesh menyusuri lahan parkir di kawasan komplek pertokoaan Betiri. Lalu lalang kendaraan belum terlalu padat. Beberapa pedagang kaki lima tampak mulai berbenah. Masih terlalu pagi memang.
Danesh duduk menunggu di sebuah sudut, tepat di sebelah Betiri Mall yang berdiri megah di kawasan komplek itu.
Matahari hampir di atas kepala. Berkali-kali Danesh melongokkan kepala. Seseorang yang berjanji akan menemuinya di tempat itu belum juga muncul.
Danesh sudah hampir meninggalkan tempat itu ketika tiba-tiba terdengar suara khas yang memanggil namanya. Itu dia yang ditunggunya. Seorang pemuda berambut gondrong, berusia sekitar tujuh belas tahunan. Penampilannya dekil dengan pakaian compang-camping. Itulah Togar, seorang preman jalanan yang dikenalnya beberapa bulan lampau.
Sambil mengeluarkan sebungkus nasi dan sebuah radio dari tas ranselnya, Danesh menghampiri Togar. Diulurkannya benda itu, tapi…

Minggu, 31 Januari 2010

Dijuluki Penulis Serakah


Tiga tulisan sekaligus termuat dalam sebuah buku antologi cerita pendek bersama penulis-penulis papan atas, adalah hal yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Bisa dikatakan, penghujung 2005 lalu nerupakan momen yang sangat berkesan bagi mahasiswa Sastra Indonesia yang bernama lengkap Lubis Grafura ini.
Hari itu, Rabu 21 Desember 2005, tiba-tiba sebuah sms mampir ke handphone-nya. Sms itu memberitahukan bahwa dirinya dinyatakan sebagai salah satu dari 30 finalis Sayembara Penulisan Cerpen yang diadakan oleh Creative Writing Institute (CWI) bekerja sama dengan Kementerian Negara dan Olahraga. Tujuh hari kemudian (tepatnya 28 Desember-red), ia diundang ke Jakarta untuk menghadiri Pekan Kreativitas Pemuda di Senayan. Pada kesempatan itu, panitia sayembara mengumumkan nama-nama para pemenang sekaligus penyerahan hadiah kepada seluruh finalis. Bertepatan dengan itu, diluncurkan pula buku antologi La Runduma yang memuat karya para finalis.

Jumat, 29 Januari 2010

Biarkan Anak-anak Bermain Hujan....

“Main hujan, Nda…,” rengek si kecil Raya tadi siang.
Dikasih ijin nggak ya? Di luar hujannya lebat sekali…

Kalau dikasih ijin, takutnya nanti malah sakit :(. Tapi kalau dilarang, kasihan, teman-temannya pada main hujan. Setelah berpikir sebentar, akhirnya saya membolehkannya bermain hujan. Dengan catatan, tak lebih dari satu jam. Ini adalah pertama kalinya si kecil main hujan. Mudah-mudahan nggak terjadi apa-apa.

                                                             * * *