![]() |
Pemandangan dari B29 |
Suatu hari, seorang teman mengunggah foto-foto suatu tempat
di akun medsosnya. Sekumpulan gunung dan hamparan awan putih yang terpampang
dalam foto menawarkan pemandangan yang sangat menakjubkan, seperti negeri di
atas awan. Saya pikir itu di Probolinggo.
“Ini di Lumajang, tauk!
Namanya B29. Makanya, pulang!” kata teman saya.
Di Lumajang? Sebelah mana? Wah, saya benar-benar surprise ada spot sekeren itu di tanah kelahiran saya! Dalam hati saya pun
bertekad, kalau pulang kampung, saya harus menginjakkan kaki di sana!
Jadi Rebutan ^^
B29. Sekilas namanya mengingatkan saya pada nama pesawat
tempur pada perang dunia II dan nama sabun colek, hihihi. B29 adalah sebutan untuk sebuah bukit di Desa Argosari yang
memiliki ketinggian 2.900 mdpl. Dari puncaknya, kita bisa menikmati Bromo dari
sisi lain. Selama ini kan view Bromo
yang terkenal dari Penanjakan aja.
B29 baru dua tahun terakhir ini jadi trending topic di kalangan para penyuka travelling. Bukan hanya karena keindahannya, tetapi juga karena
polemik yang mengiringi terpublikasinya tempat ini.
Penemuan B29 diwarnai oleh perseteruan antara Kabupaten
Lumajang dan Probolinggo. Masing-masing mengklaim B29 termasuk ke dalam
wilayahnya. Memang sih, B29 terletak di perbatasan. Tetapi akses yang paling
mudah ya dari Lumajang, dan secara adminstratif jelas kalau bukit itu termasuk
wilayah Kecamatan Senduro. Euuuh,
ada-ada aja ya…
Petualangan ke B29
Tekad ke B29 akhirnya terwujud sebulan lalu saat mudik
lebaran.
Berbekal beberapa petuah dari teman dan saudara yang sudah
pernah ke B29, saya dan suami pun berangkat ke sana naik motor. Kami sama
sekali belum tahu medan. Pernah sih jalan ke Senduro, tapi sampai Pura Mandara
Giri Semeru Agung aja. Setelah Pura jalanannya seperti apa kami nggak tahu. Kata
mereka sih, ikuti saja jalan utama. Baiklah…
Kami berangkat dari rumah ketika ayam masih ileran. Menurut
perhitungan, perjalanan ke B29 bisa ditempuh selama dua jam dari pusat kota.
Kenyataannya meleset dari perkiraan, karena…kami salah jalan! *bwahahaha.
Maklum lah ya, jalanan gelap, tulisan penunjuk jalan nggak kelihatan. Tukang baca
petunjuk jalannya ngantuk di boncengan, hihihi.
Untung nemu orang yang mau solat subuh di masjid. Setelah
bertanya, perjalanan pun berlanjut. Eh, tapi kok, jalannya makadam? Lamaaa
banget nggak ketemu jalan aspal. Udah gitu, kanan kiri sawah ladang, nggak ada
rumah sama sekali! Mampus, jangan-jangan tersesat nih? Saya nggak berhenti
komat-kamit baca doa, mudah-mudahan nggak ketemu begal motor, apalagi
‘penampakan’. Duh..
Saat akhirnya bertemu jalanan aspal, pyuuuh, legaaa. Eh, ternyata nggak lama. Jalanan gelap nan sepi
mencekam kembali kami lalui. Tak satu pun kendaraan yang berpapasan dengan
motor kami. Kebayang nggak horornya?
Kali ini langit kelihatan luas. Sekawanan bintang berkedip-kedip
cantik ke arah kami. Saya memeluk erat suami. Eits, ini saya lakukan dalam
rangka ketakutaaaan *gigi gemeretak ala
orang Indonesia ketemu pocong. Meski sedang ketakutan, bersama suami tercintah saya mencoba menikmati
keindahan alam yang terbentang di depan matah
*tsaaaah.
Motor kami terus melaju. Tersesat atau nggak, kami sudah
pasrah. Suami berkali-kali menggoyahkan iman, “balik atau lanjut nih?” Dengan
lantang saya jawab: lanjut! Nggak lucu juga kalau kami balik, sudah
setengah jalan.
Tak berselang lama, udara dingin mulai menusuk. Entah
kenapa, saat itu keyakinan saya kalau B29 sudah dekat menguat. Sementara itu,
jalanan mulai naik turun. Mungkin karena udara yang sangat dingin, fisik udah
tua plus sering sakit-sakitan, motor kami berkali-kali rewel, bahkan nyaris
mogok di tengah tanjakan. Euw,
tantangan semakin berat!
Lalu dari kejauhan saya melihat lampu-lampu motor yang
menyala terang. Semakin dekat semakin jelas, daaan, eureka, ternyata mereka adalah sekumpulan tukang ojek B29 yang
menjemput penumpang di tengah jalan! *Horeeee,
sedikit lagi sampaaaiii ^^
Naik mobil atau motor, perjalanan ke B29 harus berhenti di
portal masuk kemudian lanjut naik ojek. Akses ke puncak ekstrim banget. Hanya
orang-orang yang beriman, eh terampil bawa motor ding *^, yang bisa sampai puncak dengan selamat sentosa.
Menurut informasi, tarif ojek pp sekitar 50 ribu per orang.
Nahas, info itu nggak berlaku buat kami. Si mas ojek kekeuh minta 90 ribu. Udah nawar, nggak berhasil. Ya sudah, harap
maklum, nggak bakat mbakul.
B29 Sooo
Spektakuleeerrrr!
Setelah solat subuh di masjid terdekat, kami bergegas naik
ke motor si mas tukang ojek yang mirip motor trail. Sebenarnya bisa saja ke
puncak jalan kaki, seperti yang dilakukan saudara saya. Saya mah, ogah, gempor mak!
Perjalanan yang memacu adrenalin pun dimulai. Si mas tukang
ojek meliuk-liuk diantara kondisi jalan yang sempit, menanjak dan menurun
curam, masih makadam dengan batu-batu besar dan kadang berpasir tebal. Nggak ngebut
sih, tapi sukses membuat penumpang terpental kalau nggak berpegangan erat. Berkali-kali
saya harus membetulkan posisi duduk yang bergeser miring ke kanan kiri, terlalu
ke depan atau ke belakang. Belum lagi kengerian melihat jurang yang menganga di
pinggir jalan sempit itu. Wow deh pokoknya. Tapi don’t worry, para tukang ojeknya bisa diandalkan kok.
![]() |
jalanan berdebu menuju puncak B29 |
Begitu sampai puncak, nggak sadar saya langsung loncat dari
motor. Panorama yang tersaji di depan hidung saya begitu Subhanallaaah
gantengnya. Awan putih yang seolah berada di bawah kaki saya terbentang luas,
seluas samudera, seperti kasur empuk yang melambai-lambai minta ditiduri. Lalu perlahan
sang fajar muncul dari balik bukit. Di kejauhan sana, Bromo terlihat menyempil
diantara gunung lain. Aih, jadi susah berkata-kata nih. Saya pun sukses ndlongop haru, hati saya bergetar, dan
tanpa terasa air mata saya menitik. Begitu cantiknya Indonesia! Tambah cinta
deh kepada Lumajang, kepada Indonesia.
![]() |
sunrise yang cantik, secantik model dalam foto *^ |
![]() |
Jadi seneng narsis deh, kalau ketemu tempat-tempat cakep kayak gini, hihihi |
![]() |
negeri di atas awan, serasa pengen loncat :D |
![]() |
Bromo mulai tertutup awan |
Trus, karena
di sana dingin banget plus melewati jalan berdebu, jangan lupa pakai jaket,
sarung tangan, dan masker hidung.
![]() |
Kalau ke B29 bawa kantong kresek ya buat nyimpen sampah. Jangan pernah meninggalkan sampah di tempat secantik ini. Alam Indonesia yang indah adalah anugerah, kita harus menjaganya sebagai bukti cinta kita :) |
Lalu, apa ada cara lain menuju B29 selain ala backpacker independen (dalam tanda
kutip, wkwkwk) seperti kami? Ada, cari saja paket tur yang disediakan oleh
biro perjalanan. Biasanya paket tur terdiri dari kunjungan ke beberapa tempat
wisata yang ada di Lumajang. Harganya mulai 400 ribu. Tapi biaya dari
bandara/stasiun kereta dan penginapan ada sendiri ya.
29000 mdpl? :)
BalasHapuseh maap kelebihan :D nulisnya sambil merem :D
Hapustrims koreksinya :)
Hapus