Translate

Selasa, 23 Desember 2014

Membahagiakan Anak-Anak Melalui Buku



Watiek Ideo dan beberapa buku karyanya (dok.Theografi)





Empat tahun sudah Watiek Ideo menekuni dunia penulisan buku anak. Ratusan buku anak yang ia tulis telah terbit di berbagai penerbit besar di Indonesia, diantaranya adalah Gramedia Pustaka Utama, Bhuana Ilmu Populer, dan Elexmedia Komputindo. Energi untuk terus menulis pun seolah tak pernah padam meski terkadang menemui beberapa hambatan atau penolakan. Watiek bersyukur buku-bukunya selalu disambut baik oleh pembaca cilik.  Tahun lalu, ia menerima penghargaan dari sebuah penerbit besar sebagai penulis buku anak terlaris. Baginya, itu bonus, karena yang paling membahagiakannya adalah bisa  memberi inspirasi kepada anak-anak.


Menjadi Penulis Buku Anak
Sebenarnya Watiek suka menulis sejak SD. Waktu itu, jumlah buku hariannya sampai menggunung. Watiek juga hobi menulis surat untuk para artis cilik dan sahabat penanya yang ada di berbagai kota. Selain menulis, ia juga gemar membaca. Orangtuanya memfasilitasi anak-anaknya dengan beragam bacaan. "Momen yang paling saya ingat, setiap hari Jumat, almarhum bapak selalu membawa majalah anak untuk saya.  Itu adalah momen yang paling saya tunggu," kenangnya. Tanpa disadari, kebiasaan membaca dan menulis itu ternyata  memantik kecintaannya terhadap dunia literasi, terutama literasi anak. Ditambah lagi, Watiek suka berkhayal. Kebiasaan inilah yang membuatnya suka menulis cerita fantasi yang penuh imajinasi.

Menjadi penulis buku anak sebenarnya tidak pernah terlintas di benak Watiek. Semua berawal dari ketidaksengajaan. Sebelum serius menggeluti buku anak, ia dan suami berbisnis kaus dengan nama brand Ideo Kids. Nama inilah yang menginspirasi perempuan bernama lengkap Solikhatul Fatonah Kurniawati ini memakai nama Watiek Ideo sebagai nama pena pada buku-buku yang ia tulis. 

Untuk mendesain gambar pada kaus, ia kerap menjalin kerjasama dengan ilustrator. Akhir 2010 lalu, seorang ilustrator memotivasi Watiek untuk mengirim cerita ke penerbit yang biasa bekerjasama dengannya. Watiek pun mengajukan lima judul cerita ke penerbit yang dimaksud. Tak disangka, semua diterima! Tentu saja ia senang sekali. Setelah itu, ia pun ketagihan mengirim naskah cerita ke berbagai penerbit. 

Mendirikan Rumah Baca
Semasa kecil, Watiek bersekolah di sebuah sekolah dasar yang sederhana, jauh dari kemewahan. Seperti sekolah kampung lainnya, kondisi sekolahnya sangat memprihatinkan. Ruang guru bercampur dengan ruang kepala sekolah, sekaligus berfungsi sebagai ruang sholat, perpustakaan, UKS, dan gudang. Buku-buku di perpustakaan koleksinya terbatas, sudah kusam, menguning, bahkan beberapa halamannya sudah hilang. Tidak ada buku baru yang berwarna-warni, ensiklopedi, apalagi e-book yang bisa diakses gratis dari internet. Meski demikian, perpustakaan adalah tempat favorit Watiek. Membaca berjam-jam disana tidak terasa, karena ia merasa terhibur dan memperoleh banyak pengetahuan.

Buku sangat penting untuk pengembangan potensi diri. Sayangnya, tidak semua sekolah atau kalangan, mampu menyediakan buku yang bagus dan menarik untuk anak-anak. Jangankan membeli buku, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja susah. Berawal dari keprihatinan inilah, dengan modal terbatas, alumni SMA Negeri 1 Lumajang ini nekat membuka Rumah Baca (Rumba) Lintang di Desa Ngelom, Sidoarjo pada 14 November 2011. Mayoritas penduduk di sana adalah kalangan menengah ke bawah. Para orangtua kebanyakan buruh pabrik yang bekerja dari pagi hingga sore, sehingga anak-anak jauh dari arahan dan bimbingan. Ini membuat Watiek merenung, betapa beresikonya mereka untuk terjerumus ke dunia jalanan yang keras, misalnya menjadi pengamen atau terjerat narkoba dan minuman keras. 

Tak disangka, responnya amat luar biasa. Sejak dibuka, lebih dari 50 anak aktif menyewa buku. Watiek pun dibuat kewalahan dengan rasa haus mereka akan bacaan. Hingga akhirnya, ia dan suami memutuskan untuk menggalang donasi dan buku bekas dari beberapa rekan, baik di media sosial, maupun di komunitas-komunitas. "Alhamdulillah, banyak pihak yang memberi dukungan. Hingga sekarang, sudah lebih dari 4000 buku tersedia di sana," ujar perempuan kelahiran Lumajang ini penuh syukur.


Kelas Impian ala anak-anak Rumba Lintang (dok.Theografi)


Belakangan, anak-anak Rumba Lintang membutuhkan aktivitas lain selain membaca buku. Maka, tercetuslah ide untuk menyediakan permainan tradisional seperti egrang, congklak, dan bekel. Tanpa disadari, Rumba Lintang pun akhirnya ikut ambil bagian dalam upaya melestarikan permainan tradisional yang hampir punah tergerus perkembangan jaman. Anak-anak Rumba Lintang kerap diundang tampil di acara-acara besar, seperti pameran buku yang diadakan oleh Gramedia beberapa waktu lalu.

Kelas penulisan cerpen dan puisi juga diadakan untuk memacu anak-anak berkarya. Sesekali, Watiek mengadakan 'Kelas Impian' yang mendatangkan rekan-rekannya dari berbagai profesi untuk berbagi kisah hidup yang dapat memotivasi anak-anak agar berani bermimpi besar meski dalam keterbatasan. Misalnya, pernah saat itu Watiek mengundang rekan penulis dan penerjemah buku. Hasilnya, satu persatu karya anak-anak Rumba Lintang berhasil menembus media cetak nasional. 

Tak terasa, kini Rumba Lintang berusia tiga tahun. "Saya berterimakasih kepada pihak-pihak yang selama ini telah membantu, para donator, instansi,  juga penerbit-penerbit yang telah menyumbangkan banyak buku dan menyukseskan aneka kegiatan di Rumba Lintang. Semoga kelak, dari Rumba Lintang muncul anak-anak hebat dan berprestasi, yang bisa membuat Indonesia lebih baik lagi," harapnya.

Masih banyak impian yang ingin ia raih. Di antaranya adalah mengajak anak-anak Indonesia berpartisipasi aktif dalam Gerakan Anti Kejahatan Seksual pada Anak melalui buku terbarunya, Aku Anak yang Berani, Bisa Melindungi Diri Sendiri serta membuat Gerakan Cintai Kota melalui buku Kisah Kota Kita. "Sudah saatnya anak-anak ikut dilibatkan menjadi agen perubahan bagi diri dan lingkungan sekitarnya. Sebagai penulis buku anak, juga pemilik rumah baca, saya sepenuhnya yakin dan percaya bahwa jika kita bisa menyentuh hati seseorang saat ia masih kanak-kanak, kepedulian itu akan melekat hingga ia tumbuh dewasa. Semoga saya masih bisa terus berbuat sesuatu, khususnya bagi anak-anak Indonesia," pungkas Watiek. [RF. Dhonna]

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah meninggalkan komentar 😊