Translate

Jumat, 28 Agustus 2015

Menikmati Bromo dari B29





Pemandangan dari B29
  

Suatu hari, seorang teman mengunggah foto-foto suatu tempat di akun medsosnya. Sekumpulan gunung dan hamparan awan putih yang terpampang dalam foto menawarkan pemandangan yang sangat menakjubkan, seperti negeri di atas awan. Saya pikir itu di Probolinggo.
“Ini di Lumajang, tauk! Namanya B29. Makanya, pulang!” kata teman saya.
Di Lumajang? Sebelah mana? Wah, saya benar-benar surprise ada spot sekeren itu di tanah kelahiran saya! Dalam hati saya pun bertekad, kalau pulang kampung, saya harus menginjakkan kaki di sana!


Jadi Rebutan ^^
B29. Sekilas namanya mengingatkan saya pada nama pesawat tempur pada perang dunia II dan nama sabun colek, hihihi. B29 adalah sebutan untuk sebuah bukit di Desa Argosari yang memiliki ketinggian 2.900 mdpl. Dari puncaknya, kita bisa menikmati Bromo dari sisi lain. Selama ini kan view Bromo yang terkenal dari Penanjakan aja.
B29 baru dua tahun terakhir ini jadi trending topic di kalangan para penyuka travelling. Bukan hanya karena keindahannya, tetapi juga karena polemik yang mengiringi terpublikasinya tempat ini.
Penemuan B29 diwarnai oleh perseteruan antara Kabupaten Lumajang dan Probolinggo. Masing-masing mengklaim B29 termasuk ke dalam wilayahnya. Memang sih, B29 terletak di perbatasan. Tetapi akses yang paling mudah ya dari Lumajang, dan secara adminstratif jelas kalau bukit itu termasuk wilayah Kecamatan Senduro. Euuuh, ada-ada aja ya…

Petualangan ke B29
Tekad ke B29 akhirnya terwujud sebulan lalu saat mudik lebaran.
Berbekal beberapa petuah dari teman dan saudara yang sudah pernah ke B29, saya dan suami pun berangkat ke sana naik motor. Kami sama sekali belum tahu medan. Pernah sih jalan ke Senduro, tapi sampai Pura Mandara Giri Semeru Agung aja. Setelah Pura jalanannya seperti apa kami nggak tahu. Kata mereka sih, ikuti saja jalan utama. Baiklah…
Kami berangkat dari rumah ketika ayam masih ileran. Menurut perhitungan, perjalanan ke B29 bisa ditempuh selama dua jam dari pusat kota. Kenyataannya meleset dari perkiraan, karena…kami salah jalan!  *bwahahaha. Maklum lah ya, jalanan gelap, tulisan penunjuk jalan nggak kelihatan. Tukang baca petunjuk jalannya ngantuk di boncengan, hihihi.
Untung nemu orang yang mau solat subuh di masjid. Setelah bertanya, perjalanan pun berlanjut. Eh, tapi kok, jalannya makadam? Lamaaa banget nggak ketemu jalan aspal. Udah gitu, kanan kiri sawah ladang, nggak ada rumah sama sekali! Mampus, jangan-jangan tersesat nih? Saya nggak berhenti komat-kamit baca doa, mudah-mudahan nggak ketemu begal motor, apalagi ‘penampakan’. Duh..
Saat akhirnya bertemu jalanan aspal, pyuuuh, legaaa. Eh, ternyata nggak lama. Jalanan gelap nan sepi mencekam kembali kami lalui. Tak satu pun kendaraan yang berpapasan dengan motor kami. Kebayang nggak horornya?
Kali ini langit kelihatan luas. Sekawanan bintang berkedip-kedip cantik ke arah kami. Saya memeluk erat suami. Eits, ini saya lakukan dalam rangka ketakutaaaan *gigi gemeretak ala orang Indonesia ketemu pocong. Meski sedang ketakutan, bersama suami tercintah saya mencoba menikmati keindahan alam yang terbentang di depan matah *tsaaaah.
Motor kami terus melaju. Tersesat atau nggak, kami sudah pasrah. Suami berkali-kali menggoyahkan iman, “balik atau lanjut nih?” Dengan lantang saya jawab: lanjut! Nggak lucu juga kalau kami balik, sudah setengah  jalan.
Tak berselang lama, udara dingin mulai menusuk. Entah kenapa, saat itu keyakinan saya kalau B29 sudah dekat menguat. Sementara itu, jalanan mulai naik turun. Mungkin karena udara yang sangat dingin, fisik udah tua plus sering sakit-sakitan, motor kami berkali-kali rewel, bahkan nyaris mogok di tengah tanjakan. Euw, tantangan semakin berat!
Lalu dari kejauhan saya melihat lampu-lampu motor yang menyala terang. Semakin dekat semakin jelas, daaan, eureka, ternyata mereka adalah sekumpulan tukang ojek B29 yang menjemput penumpang di tengah jalan! *Horeeee, sedikit lagi sampaaaiii ^^
Naik mobil atau motor, perjalanan ke B29 harus berhenti di portal masuk kemudian lanjut naik ojek. Akses ke puncak ekstrim banget. Hanya orang-orang yang beriman, eh terampil bawa motor ding *^, yang bisa sampai puncak dengan selamat sentosa.
Menurut informasi, tarif ojek pp sekitar 50 ribu per orang. Nahas, info itu nggak berlaku buat kami. Si mas ojek kekeuh minta 90 ribu. Udah nawar, nggak berhasil. Ya sudah, harap maklum, nggak bakat mbakul.

B29 Sooo Spektakuleeerrrr!
Setelah solat subuh di masjid terdekat, kami bergegas naik ke motor si mas tukang ojek yang mirip motor trail. Sebenarnya bisa saja ke puncak jalan kaki, seperti yang dilakukan saudara saya.  Saya mah, ogah, gempor mak!
Perjalanan yang memacu adrenalin pun dimulai. Si mas tukang ojek meliuk-liuk diantara kondisi jalan yang sempit, menanjak dan menurun curam, masih makadam dengan batu-batu besar dan kadang berpasir tebal. Nggak ngebut sih, tapi sukses membuat penumpang terpental kalau nggak berpegangan erat. Berkali-kali saya harus membetulkan posisi duduk yang bergeser miring ke kanan kiri, terlalu ke depan atau ke belakang. Belum lagi kengerian melihat jurang yang menganga di pinggir jalan sempit itu. Wow deh pokoknya. Tapi don’t worry, para tukang ojeknya bisa diandalkan kok.
jalanan berdebu menuju puncak B29
Begitu sampai puncak, nggak sadar saya langsung loncat dari motor. Panorama yang tersaji di depan hidung saya begitu Subhanallaaah gantengnya. Awan putih yang seolah berada di bawah kaki saya terbentang luas, seluas samudera, seperti kasur empuk yang melambai-lambai minta ditiduri. Lalu perlahan sang fajar muncul dari balik bukit. Di kejauhan sana, Bromo terlihat menyempil diantara gunung lain. Aih, jadi susah berkata-kata nih. Saya pun sukses ndlongop haru, hati saya bergetar, dan tanpa terasa air mata saya menitik. Begitu cantiknya Indonesia! Tambah cinta deh kepada Lumajang, kepada Indonesia.
sunrise yang cantik, secantik model dalam foto *^
Bromo dari B29 (abaikan modelnya, perhatikan backgroundnya^^), yang berasap itu Bromo

Bandingkan dengan ini, view Bromo dari Penanjakan Probolinggo. Sama cantiknya kan? :)
Masih di kawasan B29, Semeru tampak menyembul di kejauhan

naik ke atas setelah tanda ini, ada camping ground-nya
Jadi seneng narsis deh, kalau ketemu tempat-tempat cakep kayak gini, hihihi


negeri di atas awan, serasa pengen loncat :D
Ternyata di puncak ramai lho. Banyak yang mendirikan tenda di area camping ground demi menyaksikan matahari terbit. Bagi pengunjung dari luar kota, selain berkemah di puncak, bisa juga menginap di rumah warga di sekitar lereng B29. Bagi pengunjung dari sekitar Lumajang, kalau ingin melihat Bromo dengan jelas, datanglah sebelum jam tujuh pagi, karena setelah itu Bromo tertutup awan. Itu artinya, harus berangkat dari pusat kota sekitar jam tiga dini hari. 
Bromo mulai tertutup awan
Trus, karena di sana dingin banget plus melewati jalan berdebu, jangan lupa pakai jaket, sarung tangan, dan masker hidung.

Kalau ke B29 bawa kantong kresek ya buat nyimpen sampah.
Jangan pernah meninggalkan sampah di tempat secantik ini.
Alam Indonesia yang indah adalah anugerah, kita harus menjaganya sebagai bukti cinta kita :)

Lalu, apa ada cara lain menuju B29 selain ala backpacker independen (dalam tanda kutip, wkwkwk) seperti kami? Ada, cari saja paket tur yang disediakan oleh biro perjalanan. Biasanya paket tur terdiri dari kunjungan ke beberapa tempat wisata yang ada di Lumajang. Harganya mulai 400 ribu. Tapi biaya dari bandara/stasiun kereta dan penginapan ada sendiri ya.


3 komentar:

Terimakasih telah meninggalkan komentar 😊