Ini adalah dongeng saya yang dimuat di Majalah Bobo no. 49, Maret 2013. Saya mengirim cerita ini pertengahan Juni 2012. Ide cerita ini saya dapatkan setelah saya membaca (ulang) dongeng Kebun Pak Quink karya Enid Blyton. Oke deh, Selamat membaca, semoga bermanfaat ^_^
Monster Jagung
Oleh: RF.Dhonna
Matahari baru muncul dari
celah bukit. Bibi Emeli membuka jendela kamar yang menghadap ke ladang jagung
miliknya. Tiba-tiba matanya terbelalak, “Perbuatan siapa ini?” keluhnya geram.
Tergopoh-gopoh Bibi Emeli keluar rumah, memunguti bonggol-bonggol jagung yang
berserakan di tanah.
Keesokan paginya, kejadian
itu terulang lagi. Jumlah bonggol jagung yang berserakan pun semakin banyak.
“Aww!” teriak Bibi Emeli. Tanpa sengaja wanita
itu menginjak pecahan botol limun. Untung kakinya hanya tergores sedikit.
Ketika berjalan ke tengah ladang, ia menemukan sisa api unggun. Hm, sepertinya
ada pesta bakar jagung semalam.
“Siapa pun yang mencuri
jagungku, aku bersumpah akan memberinya pelajaran!” gerutunya kesal.
Bibi Emeli menyisir ladang
jagungnya dari ujung ke ujung, mencoba mencari jejak kaki si pencuri. Sayang,
jejak kaki itu tak ditemukan. Wanita itu pun semakin kesulitan melacak si
pencuri.
Sepanjang hari itu Bibi
Emeli terus mengomel. Ia gagal memanen jagung. Rencananya untuk membuat pai jagung
kismis pun berantakan.
Bibi Emeli sibuk memikirkan
bagaimana cara menangkap pencuri itu. Malamnya ia berjanji akan terus terjaga.
Menjelang tengah malam, mata
tua Bibi Emeli rupanya tak kuat menahan kantuk. Ia pun tertidur dengan posisi kepala
menyelonjor beralas kedua tangan yang tertangkup di atas meja. Dengkurannya
terdengar hingga keluar jendela.
Sejurus kemudian,
serombongan makhluk kerdil bertopi lancip panjang muncul dari balik pohon besar
tak jauh dari ladang. Mereka bersepuluh, berbaris rapi sambil bernyanyi dan memanggul
karung di punggung masing-masing.
Makhluk-makhluk tak kasat
mata itu adalah gerombolan kurcaci nakal yang pekerjaannya mencuri
jagung-jagung siap panen. Ketika ladang jagung Bibi Emeli sudah dekat, “Ssst,
jangan berisik,” kurcaci paling depan memberi aba-aba. “Lihat, jendela kamar
Bibi Em terbuka. Kita harus hati-hati,” kurcaci itu mengingatkan
teman-temannya. Mereka pun mengendap-endap.
Sebelum beraksi, kurcaci-kurcaci
itu mengeluarkan sebongkah kayu menyerupai garpu untuk menyerut biji jagung.
Ladang Bibi Emeli cukup luas, tak heran jika aksi mereka berlangsung selama
berhari-hari. Sambil menyerut, mereka tak henti memakan biji-biji jagung manis
muda yang masih segar itu.
“Pergi kaliaaaan…!” hardik
Bibi Emeli tiba-tiba.
Mendengar suara menggelegar
Bibi Emeli, para kurcaci itu pun lari tunggang langgang. Saking takutnya, topi
salah satu kurcaci tersangkut di batang jagung yang menjuntai.
Sepeninggal kurcaci-kurcaci itu,
Bibi Emeli kembali mendengkur. Rupanya tadi ia mengigau. Wanita itu pun pulas
hingga pagi.
Cericit burung gereja
membuat Bibi Emeli tergeragap bangun. Ia menyesal semalam tertidur.
Tergesa Bibi Emeli memakai
sepasang sepatu bootnya, lalu beranjak ke ladang. Sambil terus merutuki diri,
wanita tua itu menyingkap satu persatu deretan tanaman jagung di ladangnya.
Sekali lagi ia mencoba mencari jejak si pencuri.
“Wah, apa ini?” Bibi Emeli
menemukan topi kerucut mungil tersangkut di batang jagung! Sejenak diamatinya
topi berukuran sejari telunjuk orang dewasa itu.
“Hm, aku tahu siapa yang
punya topi ini,” gumamnya. “Lihat saja, besok kalian tidak akan berani lagi
datang kemari. Aku berjanji, nanti malam akan jadi malam terakhir untuk kalian,”
ujarnya bersemangat.
Bibi Emeli meletakkan senter
raksasa miliknya tepat di tengah jendela. Dibukanya kulit sebonggol jagung
secara perlahan agar rambut jagung tak ikut terbuang, lalu ditatanya rambut
jagung yang agak ikal itu dengan rapi. Selanjutnya Bibi Emeli mendandani jagung
dengan sebatang ijuk yang dibentuk serupa jari alien, lalu dililitkan di
tengah-tengah bonggol. Ah, selesai. Bibi Emeli tampak tak sabar.
Malam datang. Bibi Emeli
menjerang air untuk membuat segelas kopi. Ia menghabiskan waktu di atas kursi
malasnya sambil membaca buku. Sebentar-sebentar kepalanya melongok keluar
jendela. Takut para kurcaci itu datang lebih awal.
Sinar bulan tampak penuh.
Langit semarak dihiasi kerlip bintang. Ladang Bibi Emeli seperti panggung yang
disorot ribuan lampu. Serombongan kurcaci berjingkat-jingkat menuju ladang. Di
saat yang sama, Bibi Emeli memadamkan lampu seluruh ruangan. Ia tahu kapan
makhluk-makhluk kerdil itu datang.
Bibi Emeli menegakkan
telinga, seperti kelinci yang siap berlari sembunyi dari kejaran binatang buas.
Tangan kirinya menegakkan bonggol jagung yang tadi dihiasnya. Di belakang
bonggol itu tangan kanannya bersiap memencet tombol senter.
Di kejauhan Bibi Emeli
melihat sejumlah karung melayang-layang disertai bunyi gemerisik rumput kering
yang terinjak. Tiba-tiba, BYAR, di langit muncul sesosok monster raksasa dengan
rambut panjang terurai dan tubuh dipenuhi totol-totol mengerikan. Melihat itu,
para kurcaci lari terbirit-birit. Bibi Emeli menciptakan monster itu dari
jagung yang disorot dengan cahaya senter.
Paginya, segulung kertas
berisi permintaan maaf dari para kurcaci diterima Bibi Emeli. Wanita itu
tersenyum, taktiknya berhasil.
Apa ladang jagungmu pernah
kedatangan pencuri misterius? Hm, monster jagung ciptaan Bibi Emeli mungkin
bisa membantumu untuk mengusirnya.
Syarat Teknis Penulisan Naskah Cerita Majalah Bobo
1. Font: Arial
2. Ukuran font: 12
3. Jarak baris: 1,5
4. Banyak kata: 600 – 700 kata untuk cerita 2 halaman
250 – 300 kata untuk cerita 1 halaman
5. Di bawah naskah cerita tersebut, cantumkan:
a. Nama lengkap
b. Alamat rumah
c. Nomor telepon rumah/kantor/ handphone
d. Nomor rekening beserta nama bank, dan nama lengkap pemegang rekening bank tersebut (seperti yang tertera di buku bank) Untuk pembayaran honor pemuatan dari majalah Bobo.
6. Lampirkan biodata singkat yang berisi poin nomor 5, tempat tanggal lahir, riwayat pendidikan, dan pekerjaan.
7. Naskah berserta biodata bisa dikirimkan via pos, ke alamat:
Redaksi Majalah Bobo
Gedung Kompas Gramedia Majalah Lantai 4
Jalan Panjang No. 8A, Kebon Jeruk, Jakarta 11530
Syarat Umum Penulisan Naskah Cerita
1. Cerita harus asli, tidak menjiplak karya orang lain.
2. Cerita tidak mengandung unsur kekerasaan, pornografi, atau yang menyinggung SARA (suku, agama dan ras)
3. Tingkat kesulitan bahasa, kira-kira yang bisa dimengerti oleh anak kelas 4 SD.
4. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik.
5. Kata-kata berbahasa asing/daerah atau dialek tertentu, diketik dengan huruf italic.
6. Alur cerita dan permasalahan cocok untuk anak-anak usia SD.
7. Penulis yang naskahnya diterima, akan mendapat honor setelah ceritanya dimuat, dan kiriman majalah Bobo sebagai nomor bukti pemuatan cerpen.
8. Naskah yang tidak diterima, tidak akan dikembalikan. Diharapkan penulis menyimpan naskah asli.
9. Berhubung banyaknya naskah yang dikirim ke redaksi Majalah Bobo, maka waktu penantian pemuatan cerita bisa memakan waktu minimal 4 bulan.
10. Penulis yang ingin menarik kembali naskahnya untuk dikirim ke majalah lain, diharapkan pemberitahuannya terlebih dahulu ke redaksi Majalah Bobo, agar tidak terjadi pemuatan ganda.
Sumber: Fanpage Majalah Bobo
1. Font: Arial
2. Ukuran font: 12
3. Jarak baris: 1,5
4. Banyak kata: 600 – 700 kata untuk cerita 2 halaman
250 – 300 kata untuk cerita 1 halaman
5. Di bawah naskah cerita tersebut, cantumkan:
a. Nama lengkap
b. Alamat rumah
c. Nomor telepon rumah/kantor/ handphone
d. Nomor rekening beserta nama bank, dan nama lengkap pemegang rekening bank tersebut (seperti yang tertera di buku bank) Untuk pembayaran honor pemuatan dari majalah Bobo.
6. Lampirkan biodata singkat yang berisi poin nomor 5, tempat tanggal lahir, riwayat pendidikan, dan pekerjaan.
7. Naskah berserta biodata bisa dikirimkan via pos, ke alamat:
Redaksi Majalah Bobo
Gedung Kompas Gramedia Majalah Lantai 4
Jalan Panjang No. 8A, Kebon Jeruk, Jakarta 11530
Syarat Umum Penulisan Naskah Cerita
1. Cerita harus asli, tidak menjiplak karya orang lain.
2. Cerita tidak mengandung unsur kekerasaan, pornografi, atau yang menyinggung SARA (suku, agama dan ras)
3. Tingkat kesulitan bahasa, kira-kira yang bisa dimengerti oleh anak kelas 4 SD.
4. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik.
5. Kata-kata berbahasa asing/daerah atau dialek tertentu, diketik dengan huruf italic.
6. Alur cerita dan permasalahan cocok untuk anak-anak usia SD.
7. Penulis yang naskahnya diterima, akan mendapat honor setelah ceritanya dimuat, dan kiriman majalah Bobo sebagai nomor bukti pemuatan cerpen.
8. Naskah yang tidak diterima, tidak akan dikembalikan. Diharapkan penulis menyimpan naskah asli.
9. Berhubung banyaknya naskah yang dikirim ke redaksi Majalah Bobo, maka waktu penantian pemuatan cerita bisa memakan waktu minimal 4 bulan.
10. Penulis yang ingin menarik kembali naskahnya untuk dikirim ke majalah lain, diharapkan pemberitahuannya terlebih dahulu ke redaksi Majalah Bobo, agar tidak terjadi pemuatan ganda.
Sumber: Fanpage Majalah Bobo
Cerita yang bagus Mbak :)
BalasHapusNgmg2 kalau dimuat di bobo itu, standar honor disananya berapa?
tengkyu...
Hapusdi bobo biasanya 250ribu :)