Translate

Jumat, 12 September 2008

sebuah kisah tragis tentang pengorbanan

“Aku mau cerai, sudah kudaftarkan ke pengadilan,” ungkap sepupuku seolah tanpa beban. Mungkin karena beban itu telah menguap bersama air mata yang tak henti mengalir  selama setahun belakangan ini.  
Ingatanku melayang ke sepuluh tahun lalu, ketika ia memutuskan melakukan kawin lari bersama kekasihnya. Waktu itu ia masih duduk di bangku  kelas 2 SMU, lalu  karirnya sebagai penyanyi sedang di berada puncak, tinggal selangkah lagi punya album sendiri. Ia telah termakan janji manis sang kekasih. Dengan berbagai cara, laki-laki itu telah berhasil menghipnotisnya.

 Berbulan-bulan ia tak berani pulang ke rumah. Sekolahnya berantakan, hingga akhirnya terpaksa drop out. Karirnya hancur. Ia telah memutuskan kontrak secara sepihak dengan sebuah perusahaan rekaman ternama di Jakarta. Bahkan ia rela memutuskan hubungan dengan kedua orangtuanya yang selama ini terjalin harmonis.
Masa depannya yang cerah tiba-tiba meredup. Kedua orangtuanya marah besar. Sumpah serapah tak henti mereka ucapkan untuk anaknya yang durhaka. Mereka tak mau lagi mengakuinya sebagai anak. Pintu maaf telah tertutup. Setelah dua tahun berlalu, barulah mereka bersedia memaafkan putrinya.
Pengorbanan yang sangat luar biasa. Ironis, setelah sepuluh tahun, pengorbanan itu seolah tak ada artinya lagi.
                                                * * *
Semua bermula ketika 2007 lalu, ia mengetahui suami yang selama ini dibangga-banggakannya selingkuh dengan perempuan lain. Perempuan itu konon adalah mantan kekasih sang suami di masa sekolah. Yang membuat hatinya pedih, itu terjadi ketika ia sedang hamil anak pertama yang selama sepuluh tahun ini begitu dinantikan. Susah payah ia berjuang mempertahankan kehamilannya yang berkali-kali nyaris keguguran, sendirian ia merasakan beratnya kehamilan yang sulit, mual-muntah (sesekali bahkan pernah sampai muntah darah karena kandungannya mengalami infeksi) tak henti menderanya selama sembilan bulan, ternyata di luar sana sang suami malah asyik dengan WIL-nya.
Ujian yang sangat berat buatnya. Di saat keluarga lain mungkin sedang bahagia-bahagianya menantikan kelahiran anak pertama yang sangat ditunggu-tunggu kehadirannya, keluarganya malah hancur. Tragisnya lagi, tepat di hari kelahiran putra pertamanya, saat ia kesakitan di rumah sakit, seorang wartawan koran kriminal terkemuka di Jawa Timur memergoki suaminya tengah berduaan di sebuah kamar hotel dengan perempuan itu!
Mukanya serasa tertampar. Malu, terluka, sedih, hancur, semua jadi satu. Ingin rasanya saat itu juga ia pergi menemui pasangan kumpul kebo itu. Tetapi kondisinya yang baru selesai menjalani operasi kelahiran sesar tak memungkinkan ia melakukan itu.
Ia hanya bisa menangis meratapi nasibnya. Mungkinkah ini karma? Karena sepuluh tahun lalu ia berani menentang kedua orantuanya dan menyakiti hati mereka?
Pikirannya kalut, stres, depresi, baby blues menderanya, sehingga ia tak bisa meneteskan setitikpun ASI untuk putranya. ASI-nya benar-benar kering, tidak berproduksi. Perhatiannya terpecah kemana-mana, hingga putranya tak terurus. Begitu pulih dari sakit setelah melahirkan, setiap hari ia pergi menghibur diri, entah kemana. Ia seperti kehilangan arah, hingga tanpa sadar jilbab yang selama ini membungkus rapi tubuhnya tiba-tiba ia tanggalkan. Setiap orang yang mencoba menasihatinya selalu tak berhasil. Begitu juga aku. Oh, saudariku, sudah sedemikian membatukah hatimu? Aku hanya bisa berdoa, semoga Allah segera mengembalikannya ke jalan yang semestinya.
Aku mengerti apa yang dirasakannya kini, mungkin penyesalan yang luar biasa besar, terutama karena kedurhakaannya kepada kedua orangtua yang selama ini begitu menyayanginya. Yang mengagumkan, di saat ia sedang terpuruk seperti sekarang, kedua orangtuanya justru berdiri di belakangnya, tak pernah mengungkit-ungkit masa lalu yang telah meninggalkan luka menganga di hati mereka. Dari peristiwa ini, aku mendapatkan dua pelajaran berharga. Pertama, bahwa pengorbanan yang besar tak selalu membuahkan kebahagiaan yang besar pula. Kedua, restu orangtua adalah di atas segala-galanya.

Untuk saudariku, semoga Allah menguatkan hatimu…





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah meninggalkan komentar 😊