Selepas melahirkan, banyak wanita
yang ogah menyusui anaknya. Alasan mereka bermacam-macam, ada yang takut
payudara kendor (emang kalau kendor kenapa, takut sama bapaknya? Kalau bapaknya
nggak suka, kenapa si istri disuruh melahirkan lagi? terima apa adanya dong!*dezigh!), ada yang males, ada yang
beralibi ASI nggak keluar trus pake susu formula (sufor), daaan lain-lain.
Memang sih, menyusui itu rempong. Para emak harus stay di samping si bayi, karena bayi
minta nenen bisa sewaktu-waktu. Si emak
nggak bebas melenggang kesana kemari buat window
shoping di pasar, perawatan di tukang urut, atau nggosip berita politik
terkini di warkop. Istilahnya, nggak bebas. Beda kalau si bayi dijejelin sufor sejak
procot. Si emak kemana, nggak balik
lagi ke rumah pun, baby tetep anteng.
Eh, tapi sekarang wanita bekerja yang terpaksa ninggal baby-nya berjam-jam pun bisa tetap ngasih ASI lho, yaitu pake ASIP
(ASI Perah). Bahkan saya pernah baca di sebuah notes facebook, seorang Ibu yang bekerja di luar kota dan hanya bisa
pulang seminggu sekali (si Ibu PNS di Jakarta, anaknya di Surabaya), tetap
semangat ngasih ASI lho ke anaknya. Jadi tiap pulang dia bawa cooler bag yang berisi ASIP beku buat
stok bayinya seminggu ke depan. Keren ya, perjuangannya… *terharu.
Pada umumnya, para wanita (termasuk
saya) bercita-cita ingin langsing secara ekspres. Nah, salah satu manfaat breast feeding adalah langsing GPL alias
Gak Pake Lama. Nggak percaya? Saya bagi pengalaman pribadi saya yang ter-update ya.
13 April lalu saya melahirkan anak
kedua melalui operasi sesar. Saat hamil, berat badan saya naik 10 kg. Belum
genap sebulan, berat badan saya sudah susut 9 kg. Padahal saya belum boleh
olahraga berat, saya hanya menyusui bayi saya. Ajaib kan?
Sebenarnya 24 jam setelah
melahirkan, saya sudah hampir menyerah untuk memperjuangkan ASI. Ya, saya
sempat ingin memberikan sufor saja saat dihadapkan pada kenyataan pahit (cieh..)
bahwa ASI saya mampet, sementara saya cuma bisa ‘tidur manis’ karena sakit
pasca operasi. Saat bayi nangis nggak bisa ngambil, pengen ndekap nggak bisa,
miringin badan ke kanan atau kiri kesakitan, mati gaya deh pokoknya! Ujung-ujungnya
mewek ngenes.
Di tengah kengenesan itu, saya teringat teori ini: kalau ASI tak kunjung
keluar, tidak masalah, tetap suruh bayimu mengenyut, lama-lama ASI-mu pasti
keluar. Dengan optimisme tinggi, meski perut kesakitan, puting mulai lecet, saya
tetap memaksa bayi saya untuk mengenyut terus. Hasilnya, tadaaa… cairan ASI pun keluar! Apakah ‘derita ibu menyusui’ sudah
berakhir? Beluuum, seminggu lebih puting saya luka. Apakah setelah itu saya
memutuskan berhenti? NO! Saya ingin berat badan saya kembali seperti semula
(seperti saat masih perawan kalau bisa, hihihi *PLAK!). Karena itu, meski
repot, saya harus menyusui. Saya juga ingin anak saya mendapatkan haknya,
menerima ASI eksklusif yang bergizi tinggi agar ia tumbuh sehat dan cerdas. Bukannya
apa-apa, sufor bikin anak gampang kena diare dan sembelit. Beli sufor udah
berapa duit sekarang? Ke dokternya? Selain itu, sst, saya nggak nakut-nakutin
ya, menurut hasil penelitian, ibu yang tidak menyusui berisiko tinggi menderita
kanker payudara dan penyakit-penyakit serem lainnya lho.
Nah, manfaat menyusui banyak kan? Masih
ada alasan nggak mau repot menyusui?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah meninggalkan komentar 😊