Saya melihat, sebagai ibukota provinsi, penataan Kota
Samarinda sangat semrawut. Berbeda jauh dengan kota tetangga, Balikpapan, yang
lebih tertata rapi. Tak heran jika di Balikpapan nyaris tidak pernah banjir.
Cuaca di Samarinda juga tidak jelas. Tidak ada musim hujan
atau kemarau, karena hujan selalu turun sepanjang tahun. Kadang pagi hingga
siang sangat terik, tiba-tiba sorenya hujan. Parahnya, hujan sebentar saja pasti
langsung banjir. Kedalaman banjirnya pun tidak tanggung-tanggung, bisa sampai
sedada orang dewasa di beberapa lokasi tertentu. Kondisi ini sangat meresahkan.
Seperti di perempatan Sempaja dan perempatan Mall Lembuswana yang termasuk kawasan
tengah kota, ketika kedua titik itu banjir, sedikit banyak aktivitas warga
pasti ikut terganggu. Saya sering tiba-tiba stres kalau hujan. Karena tempat
kerja saya melewati salah satu perempatan itu. Jadi mau tidak mau saya harus
menerobos banjir.
sumber foto: http://www.tribunnews.com/images/regional/view/6372/samarinda-langganan-banjir#.Uzf8aM5sTIU
Penyebab Banjir
Pusat Studi Pembangunan Kalimantan Timur (PSPKT) menyatakan,
ada tiga faktor yang menyebabkan Samarinda sering banjir. Pertama, sistem drainase yang tidak memadai. Pembangunan
gedung-gedung yang tidak pada tempatnya dan menutup parit-parit menyebabkan
terjadinya genangan air dalam jumlah besar, sehingga menyebabkan banjir. Kedua, menipisnya hutan kota yang menyebabkan
kurangnya resapan air. Ketiga, pertambangan.
Nah, faktor penyebab ketiga inilah yang menjadi penyebab utamanya.
Ada puluhan aktivitas pertambangan yang beroperasi di
Samarinda. Dampak dari aktivitas pertambangan ini sangat serius. Limbah
perusahaan yang dialirkan ke sungai menyebabkan Samarinda kekurangan air
bersih. Air yang mengalir ke sumur-sumur
rumah warga tidak hanya berwarna keruh, tetapi juga bau, sangat tidak layak untuk
dikonsumsi. Air tersebut juga ditengarai mengandung zat-zat berbahaya yang bisa
menimbulkan berbagai penyakit.
sumber foto: http://ekbis.sindonews.com/read/2014/02/10/34/834299/26-perusahaan-tambang-di-samarinda-terancam-ditutup
Di rumah kontrakan saya yang sekarang saja, sebenarnya saya
sudah jijik ketika harus memakainya untuk mandi dll. Tetapi saya terpaksa
memakainya dalam keadaan darurat, karena air PDAM seriiiiiiiiiiiing sekali
mati. Kecuali untuk memasak, minum, dan gosok gigi, saya biasa pakai air galon.
Saya menyesal kebiasaan kumur pakai air galon baru saya lakukan, karena sudah terlambat,
gigi anak saya sudah keropos karena terbiasa berkumur dengan air sumur.
Karena air PDAM sering tidak mengalir, jangan heran melihat bisnis
jual beli air di Samarinda sangat marak. Beli setangki air ukuran 300 liter
bisa menghabiskan uang Rp 100.000,00. Bayangkan kalau dalam seminggu air PDAM
tidak mengalir, sudah berapa ratus rupiah yang terbuang hanya untuk membeli air
bersih? Yah, begitulah keadaan di kota berjuluk Kota Tepian ini, bahkan air
untuk MCK saja harus beli ketika air PDAM libur. Sekali lagi, air galian sumur
disini sudah sangat tidak layak, karena sudah tercemar limbah tambang.
Selain limbahnya yang mencemari air, pertambangan juga
mencemari lingkungan hidup lainnya. Seperti berkurangnya tanah resapan air.
Untuk melakukan pertambangan, langkah pertama yang dilakukan adalah membuka
lahan. Tak jarang lahan yang akan digali adalah lahan hijau seperti hutan dan
perbukitan, yang notabene merupakan habitat beraneka makhluk hidup. Lahan itu dibabat habis, lalu digali. Kebanyakan, setelah aktivitas
pertambangan berakhir, lahan tersebut tidak direklamasi. Banyak yang ditinggal
begitu saja oleh perusahaan-perusahaan tambang. Mereka tidak hanya telah merusak
ekosistem, tetapi juga meninggalkan permasalahan baru, yaitu banjir. Apalagi
Samarinda adalah dataran rendah. Tidak heran kalau hujan sebentar langsung
banjir.
sumber foto: http://kaltim.tribunnews.com/2013/12/02/berita-foto-atur-lalu-lintas-saat-banjir-di-samarinda
Let’s Go Green!
Meski 2,5 tahun ini sementara waktu saya bermukim di Malang
untuk studi, sesekali saya masih berkunjung ke Samarinda. Dan saya sedih setiap
kesana selalu disuguhi banjir. Maaf saja, saya suka spontan membandingkan
Samarinda dengan Malang. Di Malang, air bersih melimpah, masih lebih adem, hutan
kota masih banyak, taman-taman bermain bukan tempat langka, lha di Samarinda? Panasnya
minta ampun, sulit air bersih, taman bermain adanya di mall, ruang terbuka
hijau cuma di dekat balai kota. Hhh, kadang sumpek juga saat membayangkan dalam
waktu dekat harus kembali lagi ke Samarinda.
Sebagai masyarakat biasa, tidak banyak yang bisa saya
lakukan untuk Samarinda. Kebetulan saya suka menulis fiksi. Suatu hari, saking
gemes dan geregetannya menyaksikan kerusakan alam di Samarinda, tiba-tiba saya
ingiiin sekali menulis tentang kota ini. Saya mengajak seorang novelis untuk
menggarap novel anak yang mengangkat tema pelestarian lingkungan bersetting budaya Dayak. Permasalahan utama
yang kami tulis adalah tentang pertambangan di Samarinda. Alhamdulillah, novel fantasi
itu berhasil terbit. Kami tidak bermaksud apa-apa dengan novel ini, hanya ingin
sedikit berkontribusi dalam usaha penyelamatan ekosistem dan pelestarian lingkungan melalui tulisan. Mudah-mudahan usaha kami yang tidak seberapa ini
bisa sedikit membawa perubahan kepada keadaan yang lebih baik. Amin.
novel anak bertema pelestarian lingkungan yang saya tulis duet dengan teman saya
Selain menulis novel tentang
pelestarian lingkungan, saya juga berusaha menerapkan kebiasaan-kebiasaan kecil
dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya mengajak anak berkebun di rumah, saya
ajarkan kepada anak saya bagaimana menanam bunga serta merawatnya. Untuk kebersihan
lingkungan, saya dan suami mengajarkan kepada anak untuk tidak membuang sampah
sembarangan. Sampah dapur di rumah saya pisahkan antara sampah kering dan
basah.
Kebiasaan kecil lainnya, saya suka
mengumpulkan kantong keresek. Setiap belanja apapun,
pasti dapat bonus kantong keresek. Kadang sudah sangu tas kain pun, si penjual
keukeuh ngasih kantong keresek. Mau dibuang, kok sayang, nggak ramah lingkungan
juga sampahnya. Akhirnya saya simpan rapi di dapur. Kalau sudah menggunung,
langkah pertama agar si kantong keresek itu bermanfaat adalah menyedekahkannya
ke tukang sayur. Jangan salah, tukang sayur biasanya seneng banget loh dikasih
hibahan kantong keresek bekas. Kantong keresek juga berguna saat hujan,
terutama bagi orang-orang seperti saya yang tiap hari mengandalkan sepeda motor
saat beraktivitas. Sediakan selalu kantong keresek di jok motor. Kalau hujan,
bisa dipakai untuk mantel sepatu dan sandal kesayangan. Biar dikata kurang
kerjaan mantelin kaki pakai keresek, cuek aja, yang penting sandal/sepatu
selamat^^. Memang sih, sekarang ada mantel khusus untuk sepatu/sandal. Tapi kan
nggak semua orang bisa beli. Selain mantel sepatu/sandal, bisa juga digunakan
sebagai mantel tas anak saat pulang sekolah. Sayang sama buku-buku pelajarannya
kalau kebasahan. Nggak punya amplop untuk mengirim paket? Manfaatkan kantong keresek. Saya sering menggunakan kantong keresek untuk membungkus paket buku pesanan para pembeli buku saya ^^
kantong keresek untuk amplop paket
Harapan untuk Calon Pemimpin
Harapan untuk
calon pemimpin, khususnya di Samarinda, semoga para wakil rakyat yang terpilih
nanti tidak egois dan lebih bijak. Bukan rahasia lagi kalau sektor pertambangan
di Samarinda mendatangkan keuntungan yang melimpah. Orang kaya karena batubara
di Samarinda sangat banyak. Semoga para wakil rakyat terpilih nanti tidak
sembrono dalam memberi Ijin Usaha Pertambangan (IUP), tidak rakus, tidak menumpuk kekayaan dari proyek-proyek pertambangan. Kalau boleh berharap
lebih sih, harus lebih tegas menolak aktivitas pertambangan. Jujur, kadang saya
sering membayangkan, kalau Samarinda terus-menerus jadi langganan banjir, dua
puluh tahun ke depan nanti, apakah Samarinda masih ada?
referensi:
http://www.kalimantan-news.com/berita.php?idb=12306
https://id.berita.yahoo.com/limbah-tambang-rusak-lingkungan-warga-desak-pemkot-samarinda-022752531.html
http://www.balikpapanpos.co.id/index.php?mib=berita.detail&id=107915
Tulisan ini menjadi 5 tulisan terbaik kedua lomba menulis #IngatLingkungan yang diselenggarakan oleh WWF Indonesia dan BlogDetik tahun 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah meninggalkan komentar 😊