Translate

Kamis, 04 Oktober 2012

Pasir Putih Tanjung Papuma



Oleh: RF.Dhonna

Keindahan pantai memang tidak pernah membosankan untuk dinikmati. Di daerah Jember, pantai yang terkenal dan sering dikunjungi adalah Watu Ulo. Ternyata tak jauh dari Pantai Watu Ulo ada lagi pantai yang tak kalah memesona, yaitu Tanjung Papuma.

Antara Watu Ulo dan Tanjung Papuma

Watu Ulo dan Papuma memiliki jalur yang sama, karena lokasinya bersebelahan. Keduanya hanya dipisahkan oleh bangunan loket masuk. Perbedaan kedua pantai itu adalah pengelolanya. Pantai Watu Ulo dikelola oleh pemkab, sedang Papuma dikelola oleh Perhutani. Dari segi pengunjung, Papuma relatif lebih sepi. Karena itu bagi pelancong yang menginginkan suasana tenang, saya sarankan untuk mengunjungi Papuma.


Nama Papuma merupakan singkatan dari Pasir Putih Malikan. Kata ‘tanjung’ ditambahkan untuk menunjukkan posisi pantai tersebut yang berbentuk menjorok ke laut mengarah barat daya sehingga membentuk tanjung.

Seharusnya saya dan rombongan sampai disana sebelum tengah hari. Tetapi karena mobil yang akan dipinjam masih terpakai untuk suatu urusan, maka kami harus rela molor beberapa jam dari waktu keberangkatan yang sudah ditentukan.

Perjalanan ke Papuma dari kota kelahiran saya, Lumajang, bisa ditempuh sekitar tiga jam. Pantai ini terletak di desa Sumberejo, Kecamatan Ambulu, Kabupaten Jember. Kalau berangkat dari pusat kota Jember, jarak yang ditempuh sekitar 37 km ke arah selatan. Tak perlu khawatir terganggu jalan rusak, karena sepanjang jalan menuju pantai sudah diaspal mulus. Jadi sarana transportasi apa pun bisa digunakan untuk kesana.
Memasuki kawasan Papuma yang memiliki luas sekitar 50 hektare, jalanan menanjak dan menurun tajam menjadi pemandangan awal yang mengasyikkan. Hampir di setiap sudut terdapat peringatan pada semua pengendara agar selalu berhati-hati.

Panorama yang Tak Biasa
Begitu mobil berhenti, tanpa alas kaki saya segera meloncat turun. Tetapi, aww, kaki saya serasa terpanggang bara! Pasir Papuma saat matahari terik seolah mampu membuat telapak kaki melepuh. Bahkan mungkin bisa mematangkan telur mentah.

Saya pun lari menepi ke bawah pohon, sembari menanti pertolongan suami yang membawakan sepasang sandal untuk saya. Hm, rupanya kami benar-benar datang di saat yang kurang tepat.

Meski demikian, kondisi tersebut tidak menyurutkan minat suami saya untuk memotret Papuma dari segala sudut. Sementara suami hunting objek foto dari ujung ke ujung, saya menemani si kecil bermain pasir di tepian pantai yang terlewati ombak. Saya tidak berani terlalu jauh ke bibir pantai. Karena ombak pada tengah hari bagi saya yang tidak mahir berenang tampak sangat menakutkan.

Keindahan alam Tanjung Papuma adalah perpaduan antara laut, hutan, gugusan batu karang di tengah laut, dan pasir putih di sepanjang pantai. Diantara panorama yang tersaji di hadapan saya, ada satu yang paling menarik. Dari kejauhan saya melihat batu-batu raksasa menyerupai pulau setengah tebing yang terletak di tengah deburan ombak. Itulah gugusan pulau karang yang belum pernah saya temukan di pantai lain. Beberapa diberi nama seperti nama para dewa, yaitu Krisna, Bathara Guru, dan Narada. Nama pulau lainnya yaitu Kajang dan Nusa Barong. Ada pula pulau karang yang dinamakan Pulau Kodok, karena bentuknya memang mirip kodok. 

Diantara gugusan pulau karang itu, Pulau Kajang dan Narada-lah yang bentuknya paling khas. Konon jika kita mengamati latar foto-foto pantai pasir putih yang ada di seluruh dunia, jika tampak pulau Kajang atau Narada, dengan mudah orang bisa mengenali bahwa latar belakang foto diambil di Papuma.
Jika berminat berlayar mengelilingi pulau-pulau karang yang berjarak dua mil dari pantai itu, pengunjung bisa menyewa perahu-perahu nelayan yang berjejer rapi di tepi pantai. Sayang, karena keterbatasan waktu, saya gagal mendekati pulau-pulau yang tak berpenghuni itu. Hm, mungkin lain waktu, kalau saya punya kesempatan lagi berkunjung ke pantai eksotis ini.

Berenang dan Berpetualang

Semakin siang, ombak kian mengganas. Meski demikian, beberapa wisatawan tetap asyik berenang. Diantara mereka tampak pula wisatawan asing. Papan peringatan dilarang berenang yang terdapat di beberapa titik pun tak mampu menyiutkan nyali mereka untuk menantang ombak. Ya, permukaan pantai yang biru jernih seolah menjadi magnet yang akan menarik siapa pun untuk menyelaminya. 

Beberapa waktu lalu Papuma mencoba menyurvei potensi wisata selam bekerjasama dengan komunitas penyelam Universitas Gajah Mada. Hasil dari survei menyatakan bahwa ekosistem Papuma masih sangat terjaga dan alami.  Ini ditandai dengan kemunculan ikan-ikan langka yang berfungsi sebagai indikator keutuhan ekosistem dan habitat laut. Namun karena secara fisik perairan laut selatan tergolong berbahaya bagi penyelaman, maka rekomendasi sementara untuk melakukan penyelaman di Tanjung Papuma haruslah penyelam yang profesional, mengingat arus gelombang cukup deras dan banyak putaran arus bawah.
Fasilitas di Papuma cukup lengkap. Selain, areal parkir yang luas, tersedia pula jalan lintas dan pendakian, tempat Istirahat/balairung, rumah makan yang menyediakan menu ikan bakar khas Papuma, kios souvenir, shelter, gazebo, playground, MCK, listrik/air, musholla, perahu, dan bumi perkemahan. Saat saya berkunjung, tampak beberapa pelajar berseragam pramuka beramai-ramai menggulung tenda. Rupanya kegiatan perkemahan mereka baru saja usai. 

Ada dua wahana wisata yang baru dikembangkan di Papuma, yaitu Papuma Tree Canopy Rail dan sirkuit ATV. Papuma Tree Canopy Rail adalah sebuah wahana petualangan berupa beberapa rumah pohon yang saling terhubung oleh jembatan gantung di atas ketinggian 12 meter dari tanah. Keunikan wahana petualangan ini, untuk mencapai kanopi atau tajuk pengunjung akan menaiki tangga berkelok, tetapi pada saat turun pengunjung harus melalui flying fox sepanjang 50 meter. Dengan membayar Rp 25.000 per orang, pengunjung bisa menikmati wahana ini. Sedang untuk fasilitas ATF, tarif yang dikenakan berkisar Rp 15.000 hingga Rp 500.000, tergantung waktu sewa. Fasilitas ini pun tak kalah seru dengan Papuma Tree Canopy Rail. Rintangan-rintangan buatan seperti genangan air, tanjakan, tikungan dan turunan tajam, akan menimbulkan sensasi ber-ATV seperti di alam bebas.

Lanskap Papuma dari Siti Hinggil

Menjelang pulang, saya dan rombongan berpiknik di sisi Papuma yang lain. Dengan menggelar tikar di bawah naungan pepohonan, kami menikmati keasrian Papuma sambil melahap bekal makanan dari rumah. Deretan tanaman pandan laut yang memagari tepian pantai menyembunyikan keberadaan kami. Tak heran jika banyak pasangan menjadikan sudut-sudut Papuma yang tersembunyi dan sepi ini sebagai tempat favorit untuk memadu kasih. Karena itulah pihak pengelola memasang papan berisi himbauan dilarang berbuat asusila di beberapa tempat serupa.

Tak jauh dari lokasi piknik saya dan rombongan, berdiri sebuah menara di atas bukit yang dinamakan Siti Hinggil. Sayang, lagi-lagi saya tidak punya kesempatan untuk naik kesana. Konon pemandangan seluruh Tanjung Papuma dari Siti Hinggil tampak lebih menawan. Pulau karang terjauh yang dinamakan Nusa Barong pun terlihat jelas dari tempat ini.

Hari beranjak sore. Saya melepaskan pandangan ke barisan perahu nelayan di ujung lain Papuma. Biasanya Beberapa jam menjelang matahari terbenam, puluhan nelayan tampak menepikan perahu dan jaringnya. Hasil tangkapan mereka berupa ikan kerapu, putihan, kakap, tongkol, baronang, dan tuna, dapat langsung dibeli dan dibakar di atas perapian alam dari ranting-ranting kayu kering di tepi pantai.
Saya dan rombongan beranjak pulang, tetapi masih ada rasa penasaran yang saya simpan untuk Papuma. Karena itu saya bertekad, suatu saat saya harus kembali ke pantai ini lagi.

Naik Apa, Habis Berapa?

Bagi pelancong yang berangkat dari Jakarta bisa memilih memanfaatkan transportasi udara atau darat. Untuk jalur udara, pilih penerbangan menuju Surabaya. Sedangkan untuk jalur darat bisa menggunakan  kereta tujuan Surabaya. Harga normal tiket pesawat dari Jakarta biasanya tidak lebih dari Rp 500 ribu. Sedangkan kereta api, yang kelas eksekutif tidak lebih dari Rp 300 ribu. Surabaya-Jember bisa ditempuh dengan menyewa mobil atau naik bis umum secara estafet jika sendirian. Biaya transport dengan bis patas hanya Rp 50 ribu per orang sampai terminal Jember. Jika berminat menginap, di kawasan Papuma tersedia tempat penginapan dengan kisaran harga per malam sekitar Rp 250 ribu. Mengenai makanan, sekali makan di rumah makan sekitar Papuma dengan menu ikan bakar dibandrol dengan harga Rp 30—60 ribu per orang.

 *Tulisan ini dimuat di Koran Republika Selasa, 2 Oktober 2012, dengan beberapa editan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah meninggalkan komentar 😊