Yang nunggu kelanjutan cerita petualangan saya menjelajahi Bromo, Ijen, dan G-land, ini dia bagian selanjutnya ^^
Day 2: Kawah Ijen
Udara dini hari terasa
menggigit. Saat itu pukul dua tepat. Saya dan rombongan berjumlah lima belas
orang akan melakukan trekking ke
Kawah Ijen yang terletak di puncak Gunung Ijen. Gunung ini terletak di
perbatasan Banyuwangi dan Bondowoso.
saya diantara rombongan
Sebelumnya, kami menempuh
lima jam perjalanan dari Probolinggo menuju Sempol. Tiba di penginapan Jampit Guest House menjelang isya’, solat, makan malam dan tidur
sebentar, kemudian harus bangun pukul satu untuk mempersiapkan pendakian ke
Kawah Ijen. Mungkin karena kesempatan untuk beristirahat hanya empat jam saja, beberapa diantara kami merasa berat
membuka mata. Bahkan saat mobil yang mengangkut kami ke Pos Paltuding—gerbang
masuk Kawah Ijen—berhenti, sebagian kami malah enggan turun, hihihi..
Beberapa saat setelah ketua
rombongan melapor, terdengar pemberitahuan dari petugas yang berjaga di pos,
bahwa pendakian boleh dilakukan mulai pukul tiga. Artinya, kami masih harus
menunggu satu jam lagi. Sebagian dari kami pun memanfaatkan kesempatan itu
untuk memejamkan mata kembali di dalam mobil.
Saya dan rombongan termasuk
beruntung, karena saat kami berkunjung, Kawah Ijen baru dibuka kembali untuk
wisatawan. Dua minggu sebelumnya pendakian sempat ditutup karena Gunung Ijen
dinyatakan waspada. Oleh sebab itulah pengunjung nggak boleh melakukan
pendakian sebelum pukul tiga.
Perjuangan
Memburu Blue Fire
Pukul tiga, himbauan petugas
kembali terdengar. Penderita asma, jantung, dan tekanan darah tinggi dilarang
mendaki. Setelah berdoa bersama, kami pun trekking
beramai-ramai dengan rombongan lain. Senter-senter dinyalakan. Dalam keadaan
menggigil, kami mulai berjalan pelan. Pakaian berlapis lengkap dengan jaket
tebal, penutup kepala, kaus tangan, sepatu gunung, dan kaus kaki seolah tak
mempan melawan tamparan udara dingin Ijen.
Jalan setapak menanjak
sedikit demi sedikit. Teman-teman serombongan mulai berpencar.
Dua puluh menit berjalan, kaki
mulai pegal, napas juga mulai ngos-ngosan.
Saya jadi sering berhenti untuk minum, menyelonjorkan kaki, atau mengatur
napas. Padahal perjalanan ke puncak gunung yang tingginya sekitar 2.386 meter
dpl itu memakan waktu 1,5—2 jam. Masih sangat panjang. Seorang teman
mengingatkan saya untuk tidak bernapas melalui hidung dan mulut, sebaiknya hanya
melalui hidung saja agar tidak cepat lelah. Teman yang lain menyarankan agar
saya tidak perlu berjalan cepat. Pelan saja, lama-lama pasti sampai. Pendakian
kali ini memang tanpa persiapan sama sekali. Mungkin jika sebelumnya rutin
berolahraga beberapa menit, stamina akan terjaga dan nggak mudah capek.
Saat berada di ketinggian,
sesekali saya melongok ke bawah. Kelap-kelip lampu menjadi pemandangan indah
yang mampu mengalihkan kepenatan yang saya rasakan. Beberapa kali saya
berpapasan dengan para penambang belerang yang turun sambil memikul dua
keranjang belerang. Diam-diam mereka menyemangati saya untuk tidak menyerah
menuju puncak. Bayangkan, belerang yang mereka pikul itu beratnya puluhan kilo,
lho! Pundak mereka bahkan ada yang
tampak menonjol seperti punuk unta saking beratnya. Hebatnya lagi, beberapa
penambang itu berseliweran dengan bertelanjang dada di tengah dahsyatnya gempuran
udara dingin! Wuiiiih...
penambang belerang
Karena itulah, sepanjang
perjalanan tak henti saya menyugesti diri sendiri, saya pasti bisa! Saya juga
membayangkan keindahan blue fire yang
akan saya lihat nanti. Blue fire
adalah api biru yang muncul secara alami di Kawah Ijen. Blue fire merupakan fenomena unik yang hanya ada di dua tempat di
dunia, yaitu di Kawah Ijen dan di Islandia.
Perasaan lega menghampiri
ketika sampai di Pondok Bunder, tempat peristirahatan sekaligus tempat para
penambang menimbang muatan keranjangnya. Pos Bunder berada di ketinggian 2.214
meter dpl. Sedikit lagi. Tetapi saya mulai ragu, nanti bisa
menyaksikan blue fire nggak ya? Saat itu sudah
masuk waktu subuh. Menurut informasi, blue
fire ini bisa dilihat dengan jelas mulai dini hari sampai mendekati akhir
waktu subuh, biasanya pukul lima sudah tidak terlihat lagi.
Dengan agak terburu, saya
dan tiga teman yang masih bersama-sama melanjutkan perjalanan. Beruntung
tanjakan sudah berkurang, banyak jalan landai, berjalan pun nggak terlalu menguras tenaga. Meski demikian, kami harus berhati-hati, karena jalanannya
miring, tidak terlalu lebar, dan tepinya langsung menghadap jurang.
Kami sampai di kawah pukul
lima, langit mulai agak terang. Blue fire
sudah tidak tampak lagi dari tempat kami berdiri. Seandainya waktu pendakian
dilakukan lebih awal, sekitar pukul satu hingga dua dini hari, mungkin kami
masih bisa menyaksikan blue fire
raksasa yang spektakuler itu.
Saya melihat ke dasar kawah,
kepulan asap belerang membumbung ke angkasa. Di balik kepulan asap itu
samar-samar terlihat sisa blue fire yang masih menyala. Sebuah
papan larangan dekat jalan turun ke dasar kawah menghimbau wisatawan agar tidak
turun, karena berbahaya. Membaca tulisan itu, nyali saya menciut. Saya pun
urung turun. Lagi pula, jalanan untuk turun ke dasar kawah tampak sangat curam.
Jarak antara dinding kaldera ke dasar kawah yang sejajar dengan danau sekitar
400 meter.
nampang duyu ^_*
Meski demikian, banyak juga
pendaki yang nekat turun. Mereka tampak seperti barisan liliput. Oiya, kalau
punya nyali untuk turun ke kawah, jangan lupa melengkapi diri dengan masker. Bau
asap pekat belerang sangat menyengat dan terasa pedih jika terkena mata.
Meski akhirnya tidak
berhasil memburu blue fire, saya nggak
terlalu kecewa. Seorang teman malah nyeletuk begini, "Tiap hari kita bisa lihat blue fire kok, yang nyala dari kompor gas kan blue fire juga tuh," hihihi, bener juga sih.
Pemandangan lain di sekitar danau kawah yang berwarna hijau tosca
agak kebiruan itu sayang untuk dilewatkan. Seperti saat turun dari puncak, kita
bisa menemukan banyak pemandangan indah yang akan membuat kita selalu bertasbih
kepada Sang Pencipta.
Penambang
Belerang Kawah Ijen
Ya, pesona Kawah Ijen nggak
hanya blue fire dan kawahnya yang
cantik, tetapi juga penambangan belerangnya. Disini kita bisa menyaksikan
penambangan belerang tradisional yang dilakukan oleh penduduk setempat. Yang
membuat saya terpukau, para penambang disini memikul belerang puluhan kilo dari
dasar kawah, lalu dibawa turun. Wow!
Sekali naik gunung, para
penambang belerang biasanya membawa turun 50—100 kg belerang dalam pikulannya.
Perkilogram belerang dihargai Rp 1000,00 oleh pengepul. Dalam sehari, biasanya
mereka dua kali naik-turun Kawah Ijen. Bagi saya, para penambang tersebut
adalah orang-orang yang luar biasa. Bayangkan, mereka berani melakukan pekerjaan
yang penuh resiko dan menantang maut!
Penambangan belerang
tradisional ini adalah sisi lain keunikan Kawah Ijen selain blue fire. Belerang yang diambil
langsung dari dasar Kawah Ijen dicetak menjadi suvenir dengan aneka bentuk
seperti kura-kura, bunga, istana, pesawat, dll. Suvenir-suvenir lucu itu adalah
salah satu oleh-oleh khas Kawah Ijen. Kita bisa membelinya langsung dari para
penambang yang baru naik dari dasar kawah. Diantara para penambang ada yang
menjajakan suvenir dari belerang itu dengan harga sukarela. Ada juga yang
mematok harga Rp 5000,00 untuk dua suvenir berukuran mini dan Rp 15.000,00
untuk suvenir berukuran besar.
Tertarik ke Kawah Ijen? Perjalanan
ke Kawah Ijen bisa dimulai dari Surabaya atau Denpasar. Untuk transportasi
menuju Bondowoso, bisa menggunakan bus umum dengan tarif Rp 50.000,00. Demikian
juga apabila berangkat dari Denpasar ke Banyuwangi. Dari Bondowoso atau
Banyuwangi bisa menyewa mobil carter menuju Paltuding dengan harga mulai 300
ribu. Mengenai penginapan, di Paltuding tersedia penginapan sederhana dengan
harga Rp 100.000,00 per malam atau villa 3 kamar dengan harga Rp 500.000,00 per
malam. Apabila ingin menginap di Jampit
Guest House, tersedia kamar penginapan dengan harga mulai Rp 135.000,00 per
malam, tetapi untuk ke Paltuding harus menyewa kendaraan lagi.
penginapan Kawah Ijen
Selamat bertualang! ^^
*tulisan ini juga saya posting di blog saya yang lain disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah meninggalkan komentar 😊