Tulisan ini adalah episode terakhir (cieh) dari kisah petualangan saya menjelajahi Bromo, Ijen, dan G-land. Tulisan terakhir ini kebetulan dimuat di rubrik Jalan-jalan Leisure Koran Republika dengan judul Sehari Bertualang di Alas Purwo. Jadi sekalian deh, saya post disini. Karena lokasi G-land termasuk dalam kawasan Alas Purwo, saya nggak secara khusus membahas si G-land aja, tetapi Alas Purwo secara keseluruhan. Oiya, episode sebelumnya bisa dibaca disini, disini, dan disini. Selamat membaca! ^^
Day 3: Alas Purwo plus G-Land
Penampakan tulisan yang dimuat di Republika
Mei lalu, saya berkesempatan jalan-jalan gratis ke Taman
Nasional Alas Purwo Banyuwangi. Saya dan rombongan masuk melalui Pos Bedul Grajagan.
Disini terdapat segara anak dan hutan mangrove
terbesar se-Asia. Kami menyeberang dengan perahu kayu yang disebut gondang-gandung
menuju daratan di seberang pintu masuk Pos Bedul.
pose sebentar di depan plakat Pos Bedul ^^
Sesampainya di seberang, beberapa ekor monyet menyambut
kedatangan kami. Berhati-hatilah jika membawa tentengan seperti kantong keresek
berisi makanan atau kamera. Monyet-monyet yang berkeliaran di sekitar kawasan
itu sangat agresif menyambar apapun yang ditenteng pengunjung. Demi keamanan,
sebelum turun dari perahu, sebaiknya segera masukkan segala bentuk tentengan ke
dalam tas ransel.
Sebuah land cruiser
tua yang kondisinya rusak berat sudah menunggu kami. Mobil inilah yang akan
membawa kami bertualang menyusuri Alas
Purwo. Setelah sopir menata ransel-ransel kami di kap mobil, petualangan pun
dimulai.
Taman Nasional Alas Purwo merupakan kawasan hutan tropis
alami tertua di Pulau Jawa. Luas taman nasional yang berlokasi di ujung selatan
Provinsi Jawa Timur ini mencapai 43.420 hektar. Ada sekitar 580 jenis tanaman
yang berhasil diidentifikasi di hutan ini. Diantaranya pohon jati, sawo kecik,
dan bambu. Selain itu, terdapat pula aneka satwa liar seperti rusa, burung
merak, monyet, dll. Mobil yang kami tumpangi beberapa kali berhenti mendadak
karena ada burung merak melintas. Seru!
Sopir land cruiser tua
mengemudi dengan kecepatan penuh. Di sisi kanan dan kiri, aneka pepohonan
tumbuh menjulang. Jalanan yang membelah hutan lebat itu masih makadam. Alhasil,
tubuh kami pun terguncang-guncang, terpelanting kesana-kemari sepanjang
perjalanan. Tiba-tiba saya membayangkan perjalanan di malam hari. Keadaan
sekitar yang masih gelap serta cerita-cerita mistis seputar Alas Purwo, pasti akan
membuat perjalanan terasa sangat menegangkan.
Mampir
ke Penangkaran Ngagelan dan Sadengan
Rangkaian petualangan kami diawali dengan kunjungan
singkat ke penangkaran penyu di Ngagelan. Disini kami menyaksikan tukik-tukik
lucu yang siap dilepas ke pantai.
Penyu yang ada di penangkaran ini adalah jenis penyu
lekang/abu-abu, penyu sisik, penyu belimbing, dan penyu hijau. Telur-telur
penyu yang ditemukan di area yang mudah diketahui predator akan dipindahkan ke
area penangkaran oleh petugas. Begitu telur menetas, sebagian tukik langsung
dilepas, sebagian lagi diletakkan di kolam penampungan untuk keperluan riset
dan atraksi pelepasan tukik oleh wisatawan yang berkunjung. Sayang, karena
terbatasnya waktu, kami urung melepas tukik.
Selanjutnya, kami beranjak ke Penangkaran Sadengan.
Kawasan ini berupa padang rumput seluas 80 hektar. Antara padang rumput dan
area pengunjung diberi pagar pembatas. Tempat penggembalaan buatan ini dilengkapi
dengan menara pandang untuk melihat banteng, rusa, atau babi hutan yang ada di
kejauhan. Saat itu, saya sempat melihat gerombolan banteng. Seorang petugas
setempat meminjamkan teropong agar saya bisa mengamati banteng dengan jelas.
Wah, bantengnya besar-besar!
Pasir
Gotri di Parang Ireng
Perjalanan berlanjut ke Pantai Parang Ireng di daerah
Resor Pancur. Resor Pancur merupakan akses lain menuju Taman Nasional Alas
Purwo. Ketika menuju Pancur, kami melewati Pura Luhur Giri Salaka, pura yang
berada di tengah hutan Alas Purwo. Pura ini termasuk salah satu situs
peninggalan Kerajaan Majapahit. Ada banyak cerita yang beredar seputar pura
suci ini. Salah satunya adalah cerita saat pertama kali pura ini ditemukan
warga. Ketika itu, warga yang mengambil batu bata di sekitar pura mendadak
jatuh sakit. Warga pun mengembalikannya ke tempat semula. Sejak itulah
masyarakat meyakini bahwa pura tersebut adalah pura suci yang harus dijaga dan
dirawat. Sayang, kami tidak sempat berhenti sejenak disana.
Pantai Parang Ireng terletak tak jauh dari pintu masuk
Pancur. Dinamakan Parang Ireng karena di kawasan tersebut terdapat batu karang
yang berwarna hitam (karang mati). Keunikan lain dari pantai ini adalah pasir pantainya
yang berukuran besar mirip merica. Inilah yang disebut pasir gotri. Pasir gotri
ini tidak akan kita temukan di pantai lain.
Tidak ada plang khusus yang menandai pantai ini. Setelah
memarkir mobil di tepi jalan, sopir rombongan memandu kami memasuki kawasan
pantai melalui semak belukar. Siapapun tak akan menyangka jika di balik semak
belukar ini tersembunyi sebuah pantai dengan pemandangan yang sangat memikat.
Meski berbelok beberapa menit saja di Parang Ireng, tetapi
pesonanya melekat kuat di benak saya. Suasananya yang sepi membuat saya serasa
di pantai pribadi!
G-land,
Surganya Para Peselancar
Petualangan kami berakhir di G-land. Mungkin banyak diantara
Anda yang asing dengan nama ini. Tetapi coba saja tanyakan kepada para turis
mancanegara yang hobi berselancar, mereka pasti sudah tidak asing lagi dengan
G-land. Ya, G-land memang sudah tersohor di kalangan para penggemar olahraga selancar.
Ombak G-land adalah ombak terbaik kedua di dunia setelah Hawai. Panjang track surfing G-land mencapai 2 km.
Sebenarnya G-land adalah nama lain untuk Pantai Plengkung.
Konon, para bule-lah yang pertama kali mencetuskan nama ini. Asal mula nama
G-land ini ada beberapa versi. Pertama, jika dilihat dari ketinggian, teluk
Pantai Plengkung bentuknya mirip huruf G. Kedua, nama G-land diambil dari rute
masuk ke lokasi yang melewati Grajakan. Ketiga, huruf G di awal kata adalah
singkatan dari Great yang
menggambarkan ombak Plengkung yang besar. Terakhir, huruf G di awal kata adalah
singkatan dari Green yang
menggambarkan lokasinya yang tak jauh dari hamparan hutan Alas Purwo.
Sejak tahun 1990-an, G-land dikelola oleh PT. Plengkung
Indah Wisata. G-land dilengkapi dengan resort
yang letaknya tersembunyi di tengah hutan. Beberapa satwa dibiarkan hidup bebas
di sekitarnya. Saat saya menginap disana, seekor lutung tampak bergelantungan
di atas pohon. Jika beruntung, kita bisa bertemu macan tutul juga, lho!
Di G-land, wisatawan bisa mencoba belajar surfing kilat kepada para mentor yang
ada disana. Seandainya tidak tertarik, wisatawan dapat menyaksikan dari dekat
para surfer yang sedang berselancar
di tengah laut. Untuk ke tengah laut, bisa menyewa jongkong seharga Rp
350.000,00 dengan durasi waktu 2 jam. Jongkong ini mampu mengangkut empat
orang. Jangan lupa siapkan kamera untuk memotret aksi para surfer yang spektakuler.
Panorama alam G-land yang memukau bisa dinikmati dari
berbagai sudut. Pengelola resort
menyediakan sebuah menara yang tak jauh dari resort untuk melihat G-land dari ketinggian. Saat matahari terbenam
juga sayang jika tidak diabadikan.
View sunrise di G-land tidak tertalu bagus,
karena tertutup gunung. Tetapi setidaknya kita bisa menyaksikan matahari terbit
pertama di Pulau Jawa. Menjelang pukul sembilan pagi, pantai G-land mulai
berombak. Kita akan melihat para peselancar berseliweran menenteng papan surfing masing-masing, bersiap menantang
ombak G-land yang legendaris.
Ada hal asyik lain yang saya temukan di G-land. Ketika menyusuri
pantai, saya menemukan cangkang-cangkang binatang laut yang berserakan di bibir
pantai. Bentuknya unik dan lucu.
Saat makan malam, saya dan rombongan dijamu dengan barbeque di pinggir pantai. Dua sajian
ikan bakar raksasa terhidang di sebuah meja. Ada juga rendang dan jagung bakar
bagi yang kurang menyukai ikan. Hm, menyantap ikan bakar di tepi pantai
ditemani ribuan bintang di langit, rasanya sangat nikmat.
Menjelajahi Taman Nasional Alas Purwo ternyata tak cukup
hanya sehari. Banyak objek wisata lain yang terpaksa kami lewatkan, seperti
wisata gua dan air terjun. Setidaknya harus menginap dua malam untuk
mengeksplor semua yang ada di Alas Purwo.
Tips
1. Untuk
berkunjung ke Taman Nasional Alas Purwo dengan destinasi terakhir Pantai
G-land, tersedia paket perjalanan mulai Rp 400.000,00 per malam. Paket ini
sudah termasuk penjemputan dari terminal/stasiun kereta Banyuwangi, penginapan,
dan makan.
2. Jangan
lupa membawa bekal makanan dan minuman yang cukup. Menyusuri Taman Nasional
Alas Purwo yang luas dengan kendaraan bisa menghabiskan waktu 4 jam lebih.
3. Jaga
ucapan dan tingkah laku selama di Alas Purwo dan sekitarnya. Jangan merusak
apapun yang terdapat disana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah meninggalkan komentar 😊