Translate

Kamis, 27 Desember 2012

Di Samping, Bukan di Belakang




Selama ini mungkin kita sering mendengar kalimat seperti ini, “Di belakang kesuksesan suami, ada istri yang luar biasa.” Terus terang, saya kurang setuju dengan kalimat itu. Menurut saya, kata ‘di belakang’ terasa kurang menghargai istri sebagai pasangan hidup. Arti kata tersebut cenderung merendahkan posisi para istri. 

Ibarat naik mobil, penumpang yang duduk di samping sopir biasanya lebih diperhatikan daripada yang duduk di belakang sopir. Dalam konteks rumah tangga, posisi ‘di samping’ itu menandakan kesejajaran, kesetaraan, menggambarkan kondisi yang seiring sejalan, tidak ada yang di depan atau di belakang, tidak ada yang superior atau inferior. Suami istri berdampingan sebagai mitra, saling bekerja sama, saling bertanggung jawab, tidak ada ‘ini bagianmu, itu bagianku’. Senyampang salah satu pihak bisa melakukan-lakukan, tidak perlu ada pembedaan peran. Suami saya misalnya, ketika saya sibuk memasak di dapur dan tidak bisa ditinggal, dia nggak keberatan ketika saya mintai tolong belanja cabe dan bawang di tukang sayur.


Sebagai seorang istri, saya merasa penempatan ‘di samping’ dan ‘di belakang’ itu sangat berbeda. Jika seorang suami memosisikan istrinya ‘di samping’, ia akan selalu mengajak diskusi sang istri tentang apa pun yang berkaitan dengan rumah tangganya. Para suami akan melibatkan istri dalam segala hal, serta mendengar suaranya sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan. 

Kondisi yang saya sebutkan di atas tidak akan terjadi jika istri ditempatkan ‘di belakang’.  Posisi ini justru memantik potensi egoisme para suami. Saya sering menyaksikan kondisi seperti ini di sekitar saya. Gemas rasanya melihat para suami bertindak ‘semau gue’ pada istrinya. Suami punya hutang dimana-mana, istrinya tidak tahu. Tiba-tiba ketika sudah cerai banyak orang menagih hutang si suami ke istri yang tidak tahu apa-apa itu. Atau, suami dapat banyak uang, istrinya nggak dikasih, bahkan nggak tahu karena uangnya diumpetin sama suaminya. Istri dianggap ‘tidak perlu tahu tentang apa pun’.

Contoh lain, di keluarga saya masih ada para suami yang hanya memberi uang belanja ketika istrinya meminta. Menurut saya, ini sudah keterlaluan. Kesannya istri kok diperlakukan seperti peminta-minta. Padahal rejeki para suami itu datang dari-Nya karena campur tangan istri juga. Miris…

Menurut saya, kata ‘di belakang’ pada kalimat “Di belakang kesuksesan suami, ada istri yang luar biasa” sebaiknya direvisi menjadi ‘di samping’.  Kata ‘di samping’ terkesan lebih menghormati keberadaan istri. Pola relasi yang terbentuk pun bukan pola atasan-bawahan, melainkan pola partner.

Para suami ditakdirkan sebagai pemimpin, sedangkan para istri adalah wakil yang bertugas mendampingi pemimpin, dan posisinya tepat di sebelah suami. Sebagai pemimpin, para suami yang menempatkan sang istri sejajar dengannya tidak akan berbuat sewenang-wenang atau bersikap menguasai.

Idealnya, para istri merasa lebih nyaman jika diperlakukan sebagai partner berjuang oleh suaminya. Partner berjuang untuk meraih kesuksesan, meraih kehidupan yang lebih baik, dan mencapai kebahagiaan dunia-akhirat. Sinergi yang baik antara suami dan istri adalah salah satu kunci untuk menciptakan rumah tangga yang berprestasi.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah meninggalkan komentar 😊