Translate

Senin, 09 Juni 2008

Makam Bung Karno, Daya Tarik Terbesar Kota Blitar

Bulan Agustus identik dengan Bung Karno, karena tepat pada 17 Agustus enam puluh tahun yang lalu, beliau memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia bersama Bung Hatta. Beberapa waktu lalu, Komunikasi berkesempatan mengunjungi komplek makam Putra Sang Fajar ini di kota Blitar. Komplek makam yang kini dilengkapi perpustakaan itu belum sepenuhnya selesai. Meski bangunan baru itu sudah dioperasionalkan sejak 3 Juli 2004 lalu, proses penyempurnaan bagian-bagian gedung tiga lantai itu masih tetap berlangsung.

Sebuah patung Bung Karno dalam posisi duduk dan sedang memegang buku dengan tinggi sekitar 2 meter, akan tampak pertama kali begitu pengunjung memasuki halaman komplek makam Bung Karno dari arah selatan. Patung yang terlihat dari luar gedung itu tampak elegan. Melengkapi nuansa kemegahannya, tampak pula deretan pilar-pilar setinggi 6 meter pada bangunan terbuka di bagian tengah komplek, berjejer dengan kolam ikan yang memanjang dari arah utara-selatan. Pada bangunan terbuka yang berfungsi sebagai open theater itu, pengunjung juga dapat melihat relief perjalanan hidup Soekarno dan manuskrip proklamasi yang terpahat di dinding.

Lahir di kampung Pandean-Surabaya pada 6 Juni 1901, Bung Karno yang bernama panjang Kusno Sosro Sukarno ini semasa hidupnya memang sudah terkenal mempunyai karisma yang luar biasa. Tak heran jika setelah meninggal pun, makam beliau menjadi daya tarik tersendiri untuk dikunjungi wisatawan. “Belum lengkap rasanya kalau ke Blitar tidak mampir ke makam presiden pertama negara ini,” ungkap salah satu pengunjung yang berhasil ditemui kru Komunikasi.

Dilengkapi Lukisan Hidup

Perpustakaan Bung Karno terdiri dari dua bangunan utama, beberapa bangunan penunjang, dan bangunan pelengkap yang berupa open theater. Bangunan utama sendiri terdiri dari perpustakaan untuk menyimpan koleksi buku, koleksi non buku, dan ruang baca; sedangkan bangunan penunjang terdiri dari ruang VIP, kantor pengelola, ruang audio visual, ruang seminar, gudang koleksi, service, hall, koridor, dan toilet.
Koleksi buku terletak pada bangunan utama sayap timur, sedangkan sayap barat untuk koleksi non buku seperti foto-foto dan peninggalan Bung Karno lainnya. Foto-foto yang dipajang berupa koleksi foto Soekarno dari masa ke masa dalam berbagai kesempatan, termasuk foto Soekarno sedang sungkem dengan sang Bunda, Ida Ayu Nyoman Rai.
Diantara koleksi non buku yang itu juga terdapat beberapa barang bersejarah yang menjadi saksi hidup perjuangan Bung Karno. Barang-barang tersebut antara lain kopor tua yang selalu ikut Bung Karno masuk-keluar penjara, jas yang sering dipakai Bung Karno pada acara-acara resmi, dan bendera merah putih yang dikibarkan di Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945. Bendera tersebut dibuat oleh Ibu Fatmawati (istri Bung Karno-red) dengan kain merah dari kemben beliau dan kain putih dari mukena Bu Doe Dum.
Ruang koleksi non buku ini juga dilengkapi dengan sebuah lukisan Bung Karno yang dibuat oleh I.B.Said, seorang pelukis ahli yang sering diminta melukis tokoh-tokoh dunia. Lukisan yang dibuat tepat pada seabad Soekarno tahun 2001 silam itu sangat menarik pengunjung. Karena konon, jika telapak tangan didekatkan di depan dada lukisan, bisa merasakan gerakan seperti detak jantung!
Apakah karena ini lantas lukisan tersebut dinamakan lukisan hidup? “Kata ‘hidup’ jangan diartikan secara harfiah. Itu adalah representasi bahwa perjuangan Bung Karno masih hidup di hati rakyat Indonesia sampai sekarang,” jelas Nanang Yudhi K, salah satu staf bagian kerjasama dan promosi perpustakaan Bung Karno.

Tidak Boleh Dibaca di Luar Ruangan

Ketika Komunikasi berkunjung, lantai dua bangunan utama sayap barat yang berisi beberapa buku sumbangan, masih belum bisa dibuka untuk umum. “Buku-buku itu sedang difumigasi, dibebaskan dari jamur yang bisa merusak buku. Jadi ruangan harus ditutup rapat biar steril,” lanjut Nanang.
Memasuki ruang koleksi buku, pengunjung akan disambut oleh deretan rak buku-buku umum dengan beragam tema dan buku-buku khusus yang berhubungan dengan Bung Karno, seperti biografi beliau dan buku-buku yang ditulis sendiri oleh beliau. “Buku-buku ini harus dibaca di sini, tidak boleh dibaca di luar,” jelas Heri Susanto, penjaga ruang buku-buku khusus. Menurut kakek yang gemar membaca ini, buku-buku khusus tersebut berjumlah 500 buku. “Kalau ditotal, keseluruhan koleksi buku di perpustakaan ini mencapai ratusan ribu buku.”

Haul, Paling Ramai

 Sejak didirikannya perpustakaan Bung Karno setahun silam, kawasan komplek makam yang terletak di Jalan Kalasan Blitar itu makin ramai pengunjung, rata-rata setiap hari mencapai 1000-2500 orang, baik itu dari wisatawan domestik maupun mancanegara. Dengan jumlah tersebut, jelas mampu mendatangkan pendapatan daerah yang cukup besar. Hal tersebut diakui oleh Joko Puguh, salah satu penjaga makam Bung Karno yang sudah 26 tahun merawat makam. “Blitar itu bukan kota industri, jadi sektor pariwisata harus lebih bisa menarik wisatawan. Salah satu caranya yaitu dengan memberi pelayanan yang terbaik kepada para wisatawan, biar mereka nggak kapok datang kemari dan bisa mempromosikan ke masyarakat luas,” kata lelaki yang juga berdagang sovenir di area makam ini.
Puguh menambahkan, pada bulan Suro, peziarah makam sering membludak. “Paling ramai lagi itu biasanya bulan Juni, waktu haulnya Bung Karno.”
Kini komplek makam Bung Karno tidak hanya berfungsi sebagai wisata religi, tapi juga  wisata pendidikan, sejarah, dan budaya. Dengan keberadaan perpustakaan dan museum Bung Karno, pesona beliau sebagai seorang proklamator, penyambung lidah rakyat Indonesia, bapak bangsa, state philosopher, presiden pertama RI, akan tetap dikenang untuk kemudian diteladani oleh generasi muda bangsa Indonesia. (R.F.Dhonna)

Tulisan ini dimuat di Komunikasi edisi 240/th.28/sept-okt 2005
.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah meninggalkan komentar 😊