Translate

Minggu, 08 Juni 2008

sisi lain Iqbal

Pagi itu, datang sebuah kabar yang mengejutkan dari adik laki-lakiku, Iqbal, "mbak, aku kesuk ate budhal mondok (aku besok mau berangkat mondok--nyantri di pondok pesantren)," katanya. aku tercenung lama. dalam waktu dua bulan, satu lagi penghuni rumah yang akan pergi. setelah aku ke ende, adikku ke curah kates-jember. Rupanya tahun 2007 ayah-ibuku harus ikhlas "kehilangan" dua anak sekaligus.

sebenarnya sudah lama aku mendengar rencana iqbal untuk mondok. tapi waktu itu, kupikir dia hanya ingin saja, nggak serius. ternyata keinginannya yang satu ini begitu kuat. Aku ingat, dia mengungkapkan keinginan ini pertama kali sekitar 3 tahun yang lalu. Tapi kedua orantuaku keberatan, karena tidak ingin 2 anaknya meninggalkan rumah dalam waktu bersamaan. Waktu itu aku baru setahun kuliah di Malang. Akhirnya orangtuaku berjanji, begitu aku lulus, mereka akan mengabulkan keinginan iqbal. Ya, sementara waktu, iqbal terpaksa harus mengalah untukku.


Kenyataan berkata lain, karena sebelum wisuda, aku memutuskan untuk menikah. Dan itu artinya, aku tidak akan ‘kembali’ lagi ke rumah setelah mengantongi gelar sarjana, tapi harus ikut suami.

Aku kira, iqbal sudah lupa dengan keinginan itu, apalagi dia sudah punya pekerjaan, dan sepertinya dia enjoy nyari uang. Ternyata keinginan itu tak pernah surut. Suatu hari, ketika aku sedang berada di rumah, beberapa bulan menjelang keberangkatanku ke ende,aku melihat iqbal membolak-balik kalender 2007 yang terpajang di dinding ruang keluarga.
“kowe ndelok opo se (kamu lihat apa sih?),” tanyaku gusar.
“Kok suwe yo, mauludan? (kok lama ya, maulud nabi?),” sahut iqbal. Tangannya terus membolak-balik kalender.

“Memangnya kenapa?” tanyaku lagi.

“Aku mau mondok,” jawabnya singkat.

Aku melongo. Seketika itu aku tersadar, bahwa sebentar lagi iqbal pasti akan menagih janji kepada kedua orangtuaku.

Teringat bahwa iqbal saat ini sudah punya pkerjaan, buru-buru aku menimpali. “Ngapain sih? Ngaji di langgar toh sama saja.” Ya, di dekat rumah ada sebuah langgar (musholla) yang dipakai mengaji. Pelajaran yang diajarkan disana hampir sama dengan yang diajarkan di ponpes-pnpes. Bedanya mungkin hanya masalah menginapnya saja. “Lagian sekarang kamu sudah bisa nyari uang sendiri. Kalo kamu mondok, berarti kamu nadah lagi sama ortu,” tambahku mencoba menasihati.

“Pokoknya aku pingin mondok,” tegasnya kekeh.

Lima tahun lalu, selepas SMP di Kunir, iqbal melanjutkan sekolah ke sebuah Madrasah Aliyah (MA) swasta di Pasuruan. Bukannya tanpa alasan  dia disekolahkan jauh dari rumah. Selain NEM-nya tak mencukupi untuk masuk SMA negeri se-Lumajang (NEM iqbal sekitar 20-an. Kalopun bisa sekolah SMA, ujung2nya lari ke swasta juga), pakde + budeku di Pasuruan menawarkan diri untuk mendidik iqbal yang saat itu dipandang tengah bermasalah dengan intelektualnya. Kebetulan pakdeku memiliki jabatan penting di MA itu. Jadi, meski sebenarnya NEM iqbal nggak cukup untuk mendaftar ke sekolah itu, dia tetap bisa menjadi siswanya. Tentu saja, lewat ‘jalan belakang’, tapi nggak pake ‘pelicin’ alias gratis-tis.













Dua bulan berselang, terdengar kabar tak mengenakkan dari keluarga bude + pakde. Kata mereka, iqbal sangat merepotkan. Setiap hari selalu membuat ulah. Tak tahan dengan selentigan saudara2ku yang terus memojokkan kami sekeluarga, orangtuaku nekat mengambil paksa iqbal pulang ke rumah. Mereka nggak peduli sudah mengeluarkan banyak uang untuk daftar ulang, seragam, dan buku2 iqbal. Yang mereka pikirkan saat itu satu, menjaga nama baik keluarga. Mungkin ini salah satu akibat masuk MA lewat KKN ya, jadinya runyam.

Terlepas dari benar tidaknya kelakuan buruk iqbal selama di Pasuruan, aku bersyukur, karena tingkah lakunya masih dalam batas kewajaran. Tidak ke narkoba, judi, miras, atau yang serem2 lainnya. Adikku masih normal.

Sekeluarnya dari MA, praktis kegiatan iqbal hanya ngaji di musholla dari sore hingga malam. Dia males sekolah lagi. Belakangan aku menerima pengakuan mengejutkan dari iqbal, “Aku nggak mau sekolah lagi karena aku nggak kuat mikir, mbak…” aku tersentak, ternyata ini permasalahannya, kenapa NEM Iqbal sampai anjlok dan kenapa waktu mencicipi sekolah di MA dia tampak ogah2an. Tapi akhirnya aku maklum. Menoleh ke riwayat masa kecilnya, iqbal pernah mengalami peristiwa yang sangat tragis. Waktu usia 2 tahun, iqbal tenggelam di sungai depan rumah, tersangkut di bawah jembatan selama beberapa menit, hingga akhirnya ditemukan mengambang dengan tubuh membiru. Orang2 yang menyaksikan peristiwa itu telah memvonisnya tewas. Tapi, subhanallah, keajaiban terjadi. Beberapa saat setelah diangkat dari sungai, dia menangis, dia memanggil ibu…  oh, adikku..  Inikah mukjizat? Allah masih berkenan memberinya nafas…. Tak henti2nya kami sekeluarga bersyukur.

Tahun demi tahun berganti, aku tak menyadari jika iqbal berbeda dengan anak laki-laki lain seusianya. Dia begitu pendiam, tertutup, seperti asyik dengan diri sendiri, cenderung cuek dengan lingkungan, bicara agak gagap, ‘bandel’, pokoknya aneh. Ini sangat terlihat sejak dia masuk SMP. Melihat gejala2nya, kemungkinan iqbal mengalami kerusakan otak akibat tenggelam di sungai. Tapi hingga kini aku terus menduga-duga dan tak berani memastikan. Karena toh, perkembangan intelektualnya dalam bidang agama cukup membanggakan. Meskipun tingkah lakunya masih childish, dan ssst… belum pernah ‘mengenal’ cewek, dia berhasil jadi salah satu pengajar di musholla. Alhamdulillah, tak henti syukur ini kupanjatkan. Allah maha adil. Meski di bidang ilmu umum iqbal mengalami keterbatasan, tapi dia punya kelebihan pada ilmu agama, pandai menulis kaligrafi pula.

Sekarang, di usianya yang telah melampaui angka 20, dia masih sangat bersemangat mencari ilmu agama. Baginya mungkin tak ada kata terlambat. Aku salut.

Dengan tekad bulat dan semangat yang begitu menggebu, besok dia akan meninggalkan segala kenyamanan yang tersedia di rumah.


Terbanglah adikku, nikmati kedahsyatan pengetahuan yang bertebaran di muka bumi, gali ilmu Allah yang maha luas. Semoga niat sucimu diberkahi-Nya, menjadikanmu anak yang soleh, hingga kelak membawa Ayah-Ibu ke surga…. Amin. Doaku selalu menyertaimu…..
ket: dari ki-ka: Mas Heri, Nanda, Irma, Rojil, Iqbal (peci kuning), Ibu, Raya, Ayah. Lebaran 2007







Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah meninggalkan komentar 😊