Sepuluh tahun lalu, untuk pertama kalinya saya memenangkan
lomba kepenulisan. Menjadi pemenang kedua lomba menulis cerpen dalam rangka
memperingati Pekan Seni dan Ilmiah (PIS) adalah sebuah kebanggan tersendiri
bagi saya. Apalagi hadiahnya lumayan. Senangnya jadi berlipat-lipat.
Kemenangan pertama itu seolah menjadi sebuah pengukuhan,
bahwa saya benar-benar punya bakat menulis. Kepercayaan diri saya semakin
tumbuh. Selain itu, saya jadi tambah bersemangat menjalani hari-hari saya, plus
optimis menatap masa depan (cieeee). Pengaruh kemenangan itu memang sangat luar
biasa.
Selanjutnya, saya jadi rajin berburu pengumuman lomba
menulis. Setiap menemukan pengumuman lomba, saya catat pengumuman itu. Atau,
kalau menemukan pengumuman itu dari internet, saya pasti langsung mengunduhnya,
lalu saya simpan formulirnya. Tanggal detlen lomba di kalender saya lingkari
agar tidak terlewat. Kadang karena alasan kesibukan atau sedang mengalami writer’s block, saya terpaksa batal ikut
lomba (dan ini sering, hehe).
Pada beberapa lomba yang saya ikuti, saya berhasil menjadi
juara. Terakhir, tahun 2012 lalu, Alhamdulillah saya meraih juara pertama lomba
menulis feature Majalah Ummi dan
juara tiga lomba menulis cerpen Majalah Sekar. Apakah saya selalu menang?
Ooooh, jangan salah, saya seriiiiiing sekali kalah. Malah lebih banyak kalahnya
daripada menangnya.
Lalu, apakah saya tidak down
karena kekalahan itu? Siapa bilang? Kekecewaan itu, sedikit atau banyak pasti
ada. Tapi tidak lantas membuat saya mencak-mencak sambil bawa golok datengin
jurinya (kyaaa, lebay!). Saya tidak ingin berlama-lama menyimpan kekecewaan itu.
Saya berusaha agar secepatnya bisa berlega hati menerima kekalahan. Caranya,
saya selalu berpikir, mungkin ini belum rejeki saya; atau, belum waktunya saya
menang, di lomba berikutnya nanti pasti menang, hehe. Cara lainnya, biasanya
saya langsung memburu lomba lain. Dengan begitu, pikiran bisa segera teralih
sepenuhnya untuk lomba tersebut.
Mengapa saya suka ikut lomba menulis? Kata ABG jaman
sekarang, penting nggak sih? Saya jawab, penting kalau kita benar-benar ingin jadi penulis. Beberapa
manfaat yang saya rasakan saat mengikuti lomba menulis, pertama tentu saja
hadiahnya (kalau menang sih…). Alhamdulillah, dari hadiah ecek-ecek sampai yang hadiah uang jutaan pernah saya terima.
Manfaat kedua, mengasah mental sabar dan ikhlas. Proses menunggu hasil
penjurian yang bikin deg-degan, serta membaca hasil ‘ketok palu’ dan mendapati
nama saya tidak tertera di antara pemenang, buat saya adalah belajar sabar dan ikhlas secara gratisan ^^. Manfaat
ketiga, mengasah keterampilan menulis. Dengan sering ikut lomba menulis,
jari-jari kita akan semakin terampil, tulisan jadi semakin sistematis dan enak
dibaca. Daaan, yang paling penting lagi, kalau menang, kita akan
merasakan-menilai-juga mengukur sejauh mana kemampuan menulis kita. So, kalau
dipikir-pikir, nggak rugi kok rajin ikut lomba menulis ^^
Oiya, supaya nggak terjebak ke dalam lomba menulis
‘abal-abal’, sebaiknya kita berhati-hati saat membaca pengumumannya. Jangan
sampai mengalami penipuan berkedok lomba. Misalnya lomba menulis antologi. Kita
harus berhati-hati, lihat siapa penyelenggaranya, terpercaya atau nggak
(minimal kita nggak asing dengan namanya), detlennya kapan, hadiahnya apa,
pengumumannya kapan dan dimana, kalau dibukukan nama kita sebagai penulis
dicantumin nggak. Karena banyak tuh, lomba menulis antologi, pengumumannya
diulur-ulur terus, lama-lama nggak ada kabar. Tahu-tahu tulisan kita jadi buku
atas nama seseorang. Ini sih namanya pencurian ide.
Selain itu, cermati hadiah lombanya. Kalau hadiahnya cuma
pulsa 50 ribu, tapi tulisan kita panjaaaaaang kayak kereta api, mending jangan
ikutan deh. Tentang hadiah lomba ini, saya pernah punya pengalaman kurang
menyenangkan dengan sebuah produk kecantikan terkenal. Saat itu produk kecantikan
yang kemasannya elit dan iklannya ada di mana-mana itu mengadakan lomba
menulis. Hadiahnya kalau nggak salah alat elektronik (saya lupa apa) dan puluhan
‘bingkisan cantik’ (saya beri tanda petik, karena bentuknya dirahasiakan oleh
penyelenggara, kejutan katanya), tapi nggak disebutkan secara pasti, pemenang
pertama dapat apa, kedua dapat apa, ketiga apa. Saya pun ikut. Alhamdulillah jadi
pemenang kedua dan mendapatkan ‘bingkisan cantik’. Saya pun segera konfirmasi melalui
email ke admin lomba. Responnya lamaaaaaa sekali. Sampai 3x saya kirim email,
saking penasarannya sama si ‘bingkisan cantik’ itu. Pikir saya, harus
diperjuangkan terus nih, siapa tahu isi ‘bingkisan cantik’nya adalah
seperangkat sabun, sampo, losion, pelembab, dan lain-lain yang diproduksi
penyelenggara, kan lumayan tuh. Akhirnya, suatu hari hadiah itu pun datang. Ternyata ‘bingkisan
cantik’ itu adalah…jeng jeng… seikat karangan
bunga! Olala, kecele beraaaat.
Ada lagi pengalaman seorang penulis yang tak kalah memilukan.
Sebuah produk mie instan ternama mengadakan lomba menulis cerita. Cerita yang
bagus, akan dibuat iklan di televisi atau media cetak. Tapi nggak dikasih tahu,
ada honorariumnya atau nggak. Singkat cerita, penulis itu ikut lomba dan suatu
hari dia dapat email dari perwakilan mie instan tersebut, minta persetujuan untuk
menyebarluaskan tulisan si penulis dalam bentuk iklan media cetak. Dengan janji
akan diberi ‘sesuatu’, si penulis akhirnya menyetujui. Tahu nggak ‘sesuatu’ itu
ternyata apa? 3 kardus mie instan! Pesan saya, jangan silau sama nama besar
sebuah brand saat menemukan
pengumuman lomba menulis. Tetap, cermati pengumuman tersebut sebaik-baiknya.
Yaaaah, begitulah dinamika ikut lomba menulis. Saya
menganggap ikut lomba menulis itu sebagai ajang iseng-iseng berhadiah. Menang Alhamdulillah,
kalah juga tetap disyukuri. Nggak usah stres kalau kalah, apalagi sampai kepingin bunuh diri, amit-amit. Masih banyak lomba lain, segera berburu lomba lagi yang lebih bergengsi
dan berhadiah lebih gede, oke?! Sip…cemunguuuuudh! ^^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah meninggalkan komentar 😊