Translate

Kamis, 29 Januari 2009

Si Cantik Sharma


                    
Oleh: RF.Dhonna
Pada sebuah desa kecil di India, hidup seorang wanita bersama putri semata wayangnya yang cantik jelita, namanya Sharma. Kecantikannya terkenal di seluruh pelosok desa. Gadis itu gemar bersolek. Setiap hari dia tak pernah lepas Dari sebuah cermin kecil yang selalu dibawanya kemanapun ia pergi.
Sebenarnya tak sedikit pemuda yang ingin memperistri Sharma. Tetapi akhirnya mereka mengurungkan niatnya. Melihat hal ini, sang Ibu khawatir dengan nasib putrinya yang tak kunjung mendapatkan pendamping hidup.
Pada suatu hari, ada seorang pemuda Dari desa seberang yang ingin melamar Sharma. Dia seorang pemuda yang tampan, kaya, dan baik hati. Ibu Sharma sangat bersuka cita mendengarnya. Pagi buta, sang Ibu sudah pergi ke pasar untuk membeli bahan-bahan makanan. Ia ingin menjamu pemuda itu.
Ibu Sharma segera meminta bantuan Tuan Karan, tetangganya, untuk menangkapkan ikan tuna di sungai depan rumahnya. Ia akan mengolah ikan itu menjadi masakan yang lezat dan istimewa.
“Sharma, ibu akan ke pasar. Kau bisa membantu ibu memasak ikan tuna dengan kuali ini kan?” kata sang Ibu sebelum berangkat. Mata gadis itu terbelalak melihatnya.
“I-iya, Bu,” Sharma tergagap. Dia bingung, bagaimana mungkin ikan sebesar dan sepanjang lengan manusia itu dimasak dalam kuali kecil?
Sepeninggal sang Ibu, Sharma tidak tahu apa yang pertama kali harus dilakukannya. Gadis itu berjalan mondar-mandir, duduk lama-lama memandangi kuali dan ikan tuna dihadapannya secara bergantian, lalu bangkit dan duduk lagi. Sampai akhirnya ia menemukan sebuah ide. Lalu Sharma meninggalkan ikan itu tergeletak di atas meja dapur.
“Nyonya, apakah Anda punya kuali panjang?” tanya Sharma kepada Nyonya Kana, tetangga sebelah rumahnya.
Kening wanita itu berkerut, sebelum akhirnya mengatakan tidak punya.
Sharma mencoba mendatangi rumah tetangganya yang lain. Kali ini dia ke rumah Nenek Shanggita. Sharma langsung menuju dapur nenek tua itu.
“Nek, ada kuali panjang?” tanya Sharma sambil merentangkan kedua tangannya. “Hari ini ibu akan memasak ikan tuna yang besar dan panjang.”
“Kuali panjang? Nenek hanya punya kuali kecil. Apakah kau akan meminjamnya?” Sharma menggeleng kecewa. Tapi gadis itu tidak putus asa. Dia terus mencari kuali yang diinginkannya itu. Tanpa disadarinya, matahari kian meninggi dan ia sudah terlalu jauh berjalan meninggalkan rumahnya.
Dengan bersimbah peluh, akhirnya Sharma tiba di pasar desa. Gadis itu segera mencari pedagang kuali.
“Tuan, apakah Anda menjual kuali panjang?” tanyanya kepada pedagang kuali yang pertama kali dijumpainya.
“Nona, seumur hidupku menjadi pedagang kuali, aku tidak pernah tahu ada kuali panjang.”
“Oh, maaf,” ujar Sharma sembari berlalu. Ia mulai tampak letih.
Sharma mencoba menghampiri kedai pedagang kuali di ujung jalan yang sedang ramai pengunjung.
Ada kuali panjang, Tuan?” mendengar pertanyaan Sharma, para pembeli di kedai itu memandanginya dengan heran.
“Kalau boleh tahu, untuk apa Nona mencarinya?” ucap lelaki penjual kuali balik bertanya.
Sementara di kejauhan, seorang pemuda sedang memandangi gerak-gerik Sharma yang tampak mempesona. Pemuda yang tak lain adalah pemuda desa seberang yang hendak melamarnya itu lalu tertarik untuk mendekat ke kedai kuali.
“Begini Tuan, ada seorang pemuda dari desa seberang yang akan datang ke rumahku hari ini. Karena itu, ibu menyuruhku memasak ikan tuna yang sangat panjang di atas kuali kecil. Aku bingung, bagaimana aku harus memasaknya? Kalau yang terendam di air adalah bagian kepalanya, maka tubuh dan ekornya tidak akan matang. Kalau yang terendam air adalah bagian tubuhnya, bagian kepala dan ekornya yang tidak matang. Lalu kalau bagian ekornya yang terendam air, nanti bagian tubuh dan kepalanya yang tidak matang,” urai Sharma panjang lebar. Para pembeli lain menjadi bertambah heran melihatnya. Mereka saling berbisik membicarakan Sharma.
“Nona, pulanglah,” ujar pedagang kuali itu sambil memberikan sebilah pisau kepada Sharma. Gadis itu menerimanya dengan perasaan tidak mengerti.
“Potonglah ikan itu menjadi beberapa bagian kecil. Dengan begitu, seluruh bagian ikan itu nantinya pasti matang,” lanjut lelaki itu. Sharma senang menerimanya, lalu ia segera kembali ke rumah.
“Ibu, ibu…!” Sharma memanggil sang Ibu. Gadis itu langsung menuju dapur. Betapa terkejutnya dia ketika melihat ikan tuna yang hendak dimasaknya hanya tinggal tulang belulang. Apa yang telah terjadi?
“Meoooong..!” tiba-tiba terdengar suara kucing tetangga. Lalu dengan santainya kucing itu melenggang keluar dari tempat persembunyiannya sambil menjilati sisa daging ikan di sekitar mulutnya.
Melihat kejadian itu, Sharma menangis sesenggukan di depan pintu.
Tanpa disadarinya, ternyata pemuda tadi membuntuti Sharma. Karena penasaran, ia bertanya kepada Nyonya Kana.
“Maaf, apakah Anda mengenal gadis itu?” tanya sang pemuda.
“Tentu saja. Dia gadis tercantik di desa kami. Namanya Sharma.”
Mendengar hal itu, sang pemuda tersentak kaget.
“Benarkah?” ulangnya tak yakin. Nyonya Kana mengangguk.
Seketika itu juga, pemuda desa seberang itu kembali ke desanya. Ia tak mungkin memperistri gadis bodoh, meski gadis itu cantik sekalipun.
           
             Terinspirasi dari cerita Odah dan Kuali Panjang
                                                      *dongeng ini dimuat di majalah Mentari edisi 285/tahun XXIII/17—23 Juli 2005
 

4 komentar:

  1. cerpennya menarik, dan ada yang bs dipetik sbg pelajaran...
    sudah lama mbak jadi penulis..?

    BalasHapus
  2. saya merasa belum jadi 'penulis' sih mbak.. ;) kalau suka nulis cerita, sudah dari kecil. baru berani kirim ke media waktu SMU dan alhamdulillah langsung dimuat. sampai sekarang masih suka nulis ;)

    BalasHapus

Terimakasih telah meninggalkan komentar 😊